Dampak Pandemi, Menkeu Sri Mulyani: Pertumbuhan Merosot, Ekonomi di Kuartal II-2020 Minus 3,5% hingga 5,1%

Oleh : Candra Mata | Jumat, 10 Juli 2020 - 18:34 WIB

INDUSTRY.co.id - Jakarta - Menteri Keuangan (Menkeu) Sri Mulyani Indrawati dalam Rapat Kerja (Raker) Badan Anggaran DPR Kamis kemarin (9/7) menjelaskan dampak pandemi terhadap perekonomian di tahun 2020 ini adalah pertumbuhan yang merosot. 

"Kami menunjukkan pada kuartal I sudah terjadi penurunan yang cukup drastis dari adanya Covid ini yaitu adanya penurunan dari pertumbuhan di kisaran 3% atau 2,97%. Ini penurunan cukup tajam dibandingkan rata-rata pertumbuhan diatas 5%," ujar Sri Mulyani. 

Menurutnya, di kuartal kedua, diperkirakan akan terjadi penurunan dari pertumbuhan ekonomi antara minus 3,5 hingga minus 5,1. 

"Sehingga semester I, range dari pertumbuhan ekonomi adalah antara minus 1,1 hingga minus 0,4,” kata Sri Mulyani. 

Dikatakannya, asumsi yang mengalami perubahan yang luar biasa besar mengakibatkan postur APBN mengalami perubahan. 

Bahkan dalam APBN tahun 2020 ini, sebutnya sudah dua kali dilakukan perubahan yaitu berdasarkan Perpres 54 dan Perpres 72. 

Jika pada APBN awal, pendapatan negara diperkirakan sekitar Rp2.233,2 triliun pada Perpres 54 mengalami penurunan menjadi Rp1.760 triliun dan di Perpres 72 mengalami penurunan lebih dalam lagi menjadi Rp1.699,9 triliun. 

"Hal ini karena adanya penurunan penerimaan negara yang diperkirakan sekitar 10% dan berbagai insentif yang dikeluarkan oleh Pemerintah," jelasnya. 

Adapun terkait Inflasi mengalami penurunan atau pelemahan, menurut Sri Mulyani  diakibatkan oleh daya beli masyarakat atau pendapatan masyarakat yang mengalami dampak sangat besar akibat Covid-19 yang menyebabkan permintaan menjadi melemah.

"SPN 3 bulan juga mengalami penurunan. Namun sekarang harus melihat kepada surat berharga jangka panjang 5-10 tahun yang juga mengalami dampak lebih karena ada kepanikan di sisi pasar keuangan dan pasar surat berharga," ucapnya. 

Sementara itu, soal nilai tukar, menurut Menkeu Sri Mulyani masih tetap stabil, meskipun pernah mengalami dampak yang sangat dalam dari Covid pada bulan Maret April yang lalu tapi diperkirakan kurs antara Rp14.500-Rp14.800.

Sedangkan ICP konversi lebih turun dari Perpres 54, jauh lebih rendah dibandingkan asumsi APBN awal $63/barel sekarang hanya menjadi $29,9 hingga $35,3 per barel. 

"Lifting minyak mengalami penurunan sesuai dengan realisasi pada bulan Mei dan outlook di 2020 demikian juga dengan lifing gas," pungkasnya.