Menperin Agus Terus Bergerak! PMI Manufaktur Kembali Naik, IHS Markit: Insentif dan Aturan New Normal Bangkitkan Gairah Industri

Oleh : Candra Mata | Jumat, 03 Juli 2020 - 10:22 WIB

INDUSTRY co.idJakarta, Industri manufaktur di tanah air mulai menunjukkan geliatnya pada Juni 2020. Hal ini tercermin dari Purchasing Managers’ Index (PMI) Manufaktur Indonesia yang dirilis oleh IHS Markit. 

Hibgga akhir bulan Juni, PMI manufaktur Indonesia menempati level 39,1 atau mengalami kenaikan hingga 10 poin dibanding bulan Mei yang berada di angka 28,6.

“Kami optimistis kinerja industri manufaktur nasional bisa bangkit kembali ketika nanti sudah beroperasi secara normal, sehingga juga dapat memulihkan lebih cepat pertumbuhan ekonomi,” kata Menteri Perindustrian Agus Gumiwang Kartasasmita saat dihubungi redaksi INDUSTRY.co.id Jumat pagi (3/7).

Menperin Agus menjelaskan, salah satu alasan mulai bergairahnya sektor industri di dalam negeri karena adanya sejumlah kebijakan pemerintah yang probisnis, seperti pemberian insentif fiskal. 

“Era new normal turut juga mendorong konsumsi masyarakat melalui belanja digital termasuk pada sektor industri kecil menengah (IKM),” ujarnya. 

Dikutip dari data Bank Indonesia, sepanjang bulan Maret saja telah terjadi lonjakan transaksi perdagangan daring sebesar 18,1 persen hingga 98,3 juta transaksi dengan nilai total transaksi meningkat 9,9 persen menjadi Rp20,7 triliun.

“Penjualan secara online memudahkan pemasaran hasil industri Indonesia yang sekaligus berguna untuk merevitalisasi IKM menuju industri 4.0,” ungkap Agus. 

Bahkan, saat ini menjadi momentum yang tepat untuk menggulirkan kebangkitan manufaktur Indonesia. Sebab, menurutnya selama tiga bulan terakhir atau sejak pandemi Covid-19 melanda Indonesia, manufaktur belajar untuk lebih efektif dan efisien.

“Oleh karenanya, kami terus memacu industri manufaktur untuk lebih berinovasi, sehingga mampu menghasilkan produk yang berdaya saing global,” imbuhnya. 

Menurut Agus, hal tersebut sejalan dengan inisiatif Making Indonesia 4.0, yang bertujuan untuk mentranformasi seluruh sektor, terutama industri, dengan memanfaatkan teknologi digital. 

Aspirasinya besarnya, sebut Agus adalah mewujudkan Indonesia masuk dalam 10 besar negara dengan perekonomian terkuat di dunia pada tahun 2030.

“Inisiatif itu sudah masuk ke major project dalam RPJMN 2020–2024, sehingga kami percaya bahwa Indonesia memiliki potensi tambahan PDB yang signifikan dari ekonomi digital, dengan proyeksi mencapai USD155 miliar pada 2025,” paparnya.

Asl tau saja, implementasi Making Indonesia 4.0 menitikberatkan pada lima sektor, yakni industri makanan dan minuman, tekstil dan busana, otomotif, kimia, serta elektronik. Kelima sektor ini dianggap mewakili industri secara keseluruhan.

Lalu, Kemenperin menambah dua sektor lagi sebagai pionir, yakni industri farmasi dan alat kesehatan. 

Sebab, menurut Menperin Agus, saat ini sektor tersebut sedang mengalami permintaan tinggi, mengingat produk-produknya sedang dibutuhkan di tengah pandemi virus korona. 

Untuk itu, Ia juga meminta kesiapan industrinya dengan ditopang ketersediaan SDM yang kompeten, selain penerapan teknologi modern.

“Ada yang menganggap, digitalisasi itu akan mematikan tenaga kerja. Namun sebaliknya, studi kami memperkirakan akan ada penambahan tenaga kerja yang cukup signifikan ketika sektor industri bisa mendorong digitalisasi,” tandasnya.

Terkait PMI manufaktur Indonesia pada Juni 2020, menurut laporan IHS Markit, berbagai insentif yang dikeluarkan Pemerintah dan kelonggaran tindakan pencegahan Covid-19 di Indonesia cukup membantu memulihkan sektor manufaktur, tetapi tidak cukup untuk membendung penurunan lebih lanjut dalam produksi.

“Dengan ekspektasi kelonggaran PSBB lebih lanjut dan kembali ke normal, sentimen bisnis naik tajam ke level tertinggi sejak bulan Januari sebelum pandemi meningkat, karena perusahaan umumnya mengharapkan output naik pada tahun mendatang,” ungkap Kepala Ekonom IHS Markit, Bernard Aw beberapa waktu lalu di Jakarta.