Ungguli AS, Industri Batubara Indonesia Eksportir Terbesar Dunia

Oleh : Candra Mata | Jumat, 13 Maret 2020 - 18:27 WIB

INDUSTRY.co.id - Jakarta, Direktur Jenderal Mineral dan Batubara (Minerba) Bambang Gatot Ariyono menyebutkan cadangan mineral di Indonesia masih cukup besar, terutama besi, emas primer, dan nikel. 

Sementara untuk sumber daya tercatat tembaga, besi, dan emas primer menempati jumlah terbesar dibanding komoditas mineral lainnya.

Potensi sumber daya dan cadangan minerba masih besar, khususnya nikel masih cukup lumayan, kemudian besi. Walaupun ini yang terbukti yang terbesar adalah dari besi, emas primer, tembaga, nikel, yang lainnya bauksit dan perak," ujar Bambang Gatot kepada awak media di kantornya, Kamis (12/3).

Data Badan Geologi per Desember 2018, menyebutkan potensi sumber daya tembaga mencapai 12.468,35 bijih juta ton. 

Sementara besi sebesar 12.079,45 bijih juta ton, emas primer 11.402,33 bijih juta ton, nikel 9.311,06 bijih juta ton, perak 6.433,01 bijih juta ton, bauksit 3.301,33 bijih juta ton, timah 3.878,29 bijih juta ton, dan emas alluvial 1.619,84 bijih juta ton.

Untuk cadangan total terbukti dan terkira dari komoditas tersebut adalah Nikel 3.571,56 bijih juta ton, besi 3.074,01 bijih juta ton, emas primer 3.024,39 bijih juta ton, perak 2.765,96 bijih juta ton, tembaga 2.761,18 bijih juta ton, bauksit 2.378,34 bijih juta ton, timah 1.209,94 bijih juta ton, dan emas alluvial 6,06 bijih juta ton.

Bambang juga menyebutkan potensi sumber daya batubara sebesar 149,009 miliar ton dan cadangan 37,604 miliar ton. 

Cadangan terbukti batubara Indonesia sebesar 3,5 persen dari total cadangan terbukti dunia. 

Meskipun cadangan batubara Indonesia bukan yang terbesar di dunia, jelas Bambang, namun ekspor Indonesia yang paling besar.

"Ini kalau dari sisi cadangan terbukti menunjukkan Indonesia tidak yang paling besar. Yang terbesar justru Amerika Serikat," jelasnya. 

Adapun selain Amerika, selanjutnya tercatat Australia, Cina, India, baru Indonesia. 

"Tapi Indonesia punya ekspor yang paling besar. Karena penggunaan di dalam negeri masih belum begitu signifikan kenaikannya, lebih cepat kenaikan produksinya daripada kenaikan kebutuhan dalam negeri," pungkas Bambang.