Skandal Kebohongan Publik Ketua Makin Benderang, Dimana Dewas KPK?

Oleh : Bambang Widjojanto | Sabtu, 08 Februari 2020 - 13:15 WIB

INDUSTRY.co.id - 1.         Indikasi Skandal Kebohongan dengan pengembalian Rossa, penyidik KPK ke Polri, tak bisa lagi dilihat dari perspektif sempit sebagai problem manajemen belaka tapi ada isu conflict of interest yang diduga dilakukan Ketua KPK. Hal inilah yang dapat menjadi justifikasi atas sinyalemen Skandal kebohongan.

2.         Padahal, conflict of interest adalah salah satu akar dan sumber korupsi. Tim Lankester, Univercity of Oxford, July 2007 menyatakan “… conflict of interest is at the root of the abuse of power …” (Conflict of Interest: A Historical and Comparative Perspective). Lebih jauh dikemukakan “…Conflicts of interest increase the risk of bias and poor judgment …” Collusion, Conflict of Interest and Corruption (Jonathan T. Marks, CPA, CFF, CFE, Dec. 24, 2018).

3.         Ada black hole yang menjadi aroma sangit “kebusukan” tapi dapat jadi pintu masuk untuk “menggeledah” kebenaran SKANDAL KEBOHONGAN yang berbasis pada conflict of interest bila mengaitkan Pengaduan Wadah Pegawai (WP) KPK dengan 2 buah Surat dari Polri tentang Pembatalan Penarikan Penugasan dan Surat KPK mengenai Pengembalian Rossa.

4.         Ada pertanyaan dasar yang harus dijawab, siapa yang paling punya kepentingan untuk mengembalikan Kompol Rossa? Dan siapa di KPK yang kepentingannya paling terganggu? 

5.         Di satu sisi, Kompol Rossa adalah salah satu Penyidik senior KPK yang terlibat atas keberhasilan OTT KPK sehingga berhasil menjerat Komsioner KPU dalam kasus penyuapan yang diduga dilakukan oleh calon Legislatif dari PDI Perjuangan dan disinyalir melibatkan Hasto, Sekjen Partai PDI Perjuangan. Secara akal sehat, seharusnya tidak ada kepentingan dari Lembaga KPK untuk “menghukum” Rossa atas prestasinya itu.

6.         Institusi Polri secara kelembagaan melakukan tindakan extra ordinary melalui 2 (dua) buah suratnya yang membatalkan penarikan penugasan Rossa dan juga jawaban Polri agar Rossa tetap melaksanakan tugas di KPK karena penugasan belum selesai (Surat No R/21/1/KEP/2020, 21 Jan. 2020 dan Surat No. R/172/1/KEP.2020, 29 Jan. 2020). Kedua surat luar biasa itu menegaskan adanya alasan moral dan standar akuntabilitas yang hendak ditinggikan & ditegakkan oleh institusi Polri.

7.         Alasan pemulangan Rossa yang selalu dikemukakan oleh Firli Bahuri, Ketua KPK dan komisioner Alexander Marwata karena adanya penarikan dari institusi Polri. Bukankah kepentingan ini potensial bertentangan dengan kepentingan kelembagaan KPK & dua surat dari Polri di atas. Bahkan, kedua Pimpinan KPK tersebut tidak berani secara tegas menyatakan adanya kedua buah surat (pembatalan penarikan dan tetap melaksanakan tugas di KPK) dari institusi Polri tersebut. Mengapa hal dimaksud disembunyikan, apa dasar ketakutannya, apa kepentingan yang sedang bekerja dan apa relasinya dengan kepentingan kedua Komisioner KPK itu?

8.         Uraian di atas dapat menjadi petunjuk yang memberi indikasi kuat adanya SKANDAL KEBOHONGAN sebagai suatu fakta yang tak dapat diingkari lagi, terlalu jelas dan tegas, serta berpijak pada indikasi terjadinya conflict of interest yang merupakan salah satu akar korupsi. 

9.         QUO VADIS Dewas KPK? Semoga bisa hadir secara kongkrit dan menunjukan “kewarasan” nuraninya dan tak percuma “menyandang” nama besar. Terlalu mahal harganya jika integritas, independensi dan kehormatan lembaga KPK harus dikorbankan! Bukankah kita semua tidak ingin dituduh melakukan “kedunguan” berkali-kali dan meninggikan “kebodohan” terus menerus karena menjual murah integritas, menihilkan akuntabilitas.

Bambang Widjojanto: Aktivis Hak Azasi