Project Property Ribawi Semakin Ditinggalkan

Oleh : Ihsanul M | Jumat, 20 Desember 2019 - 10:34 WIB

INDUSTRY.co.id - Masih ingat program 1 juta rumah subsidi presiden Jokowi? Alih-alih menjadi solusi bagi rakyat untuk memiliki hunian sendiri, malah project perumahan FLPP ini ini banyak yang mangkrak dan bermasalah. Ada 2.500 unit rumah bersubsidi di Jatim terancam tak terbangun. Konsumen pun menjadi korbannya.

Belum lagi, mega proyek Meikarta milik Lippo Grup yang malah tersangkut kasus korupsi perijinan projectnya hingga KPK menyeret bos Meikarta dan pejabat daerah masuk bui. Lagi-lagi, puluhan ribu konsumennya merasa ditipu dan dirugikan.

Ada juga project apartemen berskema ribawi di Jaksel yang sudah 4 tahun mangkrak. Walhasil uang 600-an konsumen yang sudah disetor ke developer terancam raib. 

Di Batam, ada project kawasan yang terdiri dari bangunan apartemen, ruko dan perkantoran yang melibatkan developer asing asal Singapura pun tak jelas kelanjutannya. Developer bernama Rich Capital Holdings dari Singapura ini akhirnya dituntut ganti rugi senilai Rp. 204 Miliar.

Kalau mau ditelusuri, sesungguhnya masih banyak project property konvensional yang menggunakan skema ribawi yang bermasalah. Mungkin karena saking banyaknya yang bermasalah sehingga media tak mau lagi mem-blow-up permasalahan ini. Dianggapnya, masalah di project-project property ribawi sudah menjadi hal yang biasa.

Bagi masyarakat sebagai calon buyer tentu menjadi khawatir ketika ingin membeli rumah di developer konvensional ribawi. Apalagi saat ini sedang terjadi gelombang kesadaran baru terkait keharaman dan bahaya riba. Masyarakat makin tak minat untuk memiliki rumah dengan skema ribawi.

Di sistem kapitalisme seperti yang dipraktekkan negeri ini, praktek kegagalan bisnis, investasi bodong hingga tipu menipu seolah sudah menjadi santapan rutin sehari hari. Jangankan perusahaan swasta, belasan BUMN seperti Jiwa Sraya, Krakatau Steel, Perum Bulog, Dirgantara Indonesia, dan beberapa BUMN lain juga banyak yang mengalami kerugian hingga trilyunan rupiah. Demikian pula, perbankan sudah mulai goyah dan dalam kondisi serba sulit. Bahkan APBN pun selalu mengalami defisit ratusan trilyun setiap tahunnya. Hingga Oktober tahun 2019 ini defisit APBN mencapai 289 Trilyun rupiah.

Di sisi lain, bisnis syariah mulai menampakkan jati dirinya. Restoran halal, hotel Syariah, event Hijrah, maraknya travel umrah, juga munculnya perumahan perumahan berskema syariah pun marak muncul diberbagai daerah. Developer property yang menyediakan hunian dengan skema syariah pun mulai banyak dicari. Selain tidak mengandung unsur riba dalam skema akadnya, juga ternyata banyak project property syariah yang lebih aman dan amanah dibanding project property ribawi seperti contoh kasus di atas. Namun demikian, para calon konsumen tetap harus cermat mengingat akan selalu ada "penunggang gelap" dalam setiap bisnis syariah.

Kabar baiknya, booming produk produk halal akan mengalami puncaknya tahun depan. Maka, bersiap siaplah para Pejuang Bisnis Syariah.


Penulis: Ihsanul M
Sekertaris Jenderal DPS (Developer Property Syariah)