Tiga Permasalahan Industri Tekstil Dibahas Bersama BKPM

Oleh : Herry Barus | Rabu, 11 Desember 2019 - 19:00 WIB

Jakarta– Kepala Badan Koordinasi Penanaman Modal (BKPM) Bahlil Lahadalia bertemu dengan pengusaha Industri Tekstil dan Produk Tekstil (TPT) yang tergabung dalam Asosiasi Pertekstilan Indonesia (API) dan Asosiasi Produsen Serat dan Benang Filamen Indonesia (APSyFI) dalam rangka pengembangan dan pemecahan permasalahan Industri TPT di Indonesia.

“Hari ini kita berkumpul untuk menindaklanjuti pertemuan kita dengan Bapak Presiden pada 21 November 2019 lalu, dimana ada 3 poin penting yang diperintahkan langsung oleh Bapak Presiden untuk menindaklanjuti, yaitu 1) persoalan bahan baku hulu, terutama untuk di Kalimantan dan di Jawa, dimana harga kita kurang kompetitif, karena kita diserbu dengan produk dari luar negeri; 2) meminta kehadiran pemerintah dalam rangka peremajaan mesin dan investasi; 3) bagaimana agar produk ini jangan dulu dibuka secara terbuka, sehingga kita tidak mendapatkan penetrasi pasar dari luar” ujar Bahlil mengawali pertemuan tersebut.

Dalam pertemuan tersebut, disimpulkan bahwa persoalan prinsip yang terjadi dalam industri tekstil di Indonesia yaitu tingginya harga bahan baku industri hilir, harga energi yang mahal dan sistem proteksi pasar yang kurang berpihak pada pelaku usaha dalam negeri (baik PMA maupun PMDN).

Pemerintah akan mencarikan solusi agar harga tekstil domestik tidak jauh beda dengan negara lain yang melakukan impor ke Indonesia, sehingga dapat meningkatkan daya saing industri di pasar global. “Garmen merupakan salah satu kontribusi terbesar dalam ekspor maupun kebutuhan dalam negeri. Kita tahu bahwa akhir-akhir ini banyak produk dari luar Indonesia yang melakukan penetrasi yang sangat luar biasa, sehingga menguasai pasar domestik” ujar Bahlil kepada media.

Kepala BKPM meminta kepada asosiasi untuk memetakan isu strategis terkait pengembangan industri tekstil dan alternatif solusinya. Dokumen tersebut nantinya akan menjadi masukan BKPM untuk berkoordinasi lebih lanjut dengan Kementerian/Lembaga teknis dan stakeholder terkait. Selanjutnya, BKPM akan mengundang kementerian teknis untuk menyelesaikan permasalahan ini bersama-sama. “Kami paham bahwa pengusaha perlu kepastian regulasi dari Pemerintah. Bagaimana kita membuat suatu regulasi yang berpihak pada pengusaha, tapi tidak merugikan negara. Sehingga harga dan produk kita dapat lebih kompetitif dengan barang-barang dari luar yang masuk ke Indonesia” ucap Bahlil.

Dalam konferensi pers dengan media, disampaikan bahwa pemerintah memperkirakan kebutuhan anggaran sebesar Rp. 175 T untuk revitalisasi industri tekstil dari hulu ke hilir dalam waktu 7 tahun. Kita harus meningkatkan devisa dari sebelumnya USD 13,2 M/tahun pada tahun 2018, menjadi USD 49 M/tahun pada 2030 nanti, dengan net devisa sebesar USD 30 M/tahun. “Saat ini net devisa kita USD 3,2 M/ tahun. Jadi kita harus menaikkan 10x lipat new devisa selama 12 tahun. Kita akan fokus pada bagaimana kita dapat meningkatkan daya saing di Indonesia dan di dunia” kata Waketum API Anne Patricia Sutanto.

Turut mendampingi dalam rapat antara lain Deputi Perencanaan Penanaman Modal BKPM Ikmal Lukman, Plt. Deputi Bidang Pengendalian Pelaksanaan Penanaman Modal BKPM Farah Ratnadewi Indriani, dan dihadiri oleh Ketua Umum Asosiasi Pertekstilan Indonesia (API) serta Ketua Umum Asosiasi Produsen Serat dan Benang Filamen Indonesia (APSyFI) beserta pengurus dan anggota kedua asosiasi.