Bahana TCW : IHSG Berpeluang Menghijau di Akhir Tahun

Oleh : Herry Barus | Rabu, 04 Desember 2019 - 06:00 WIB

INDUSTRY.co.id - Jakarta-Pekan lalu, Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG) sempat terkoreksi di bawah level 6.000 sebelum akhirnya beranjak kembali di level 6.011,83 pada akhir pekan. Sepakan terakhir, IHSG  melemah 1,45%, atau terkoreksi sebesar 3,15% sepanjang November lalu.

 Adakah peluang IHSG ‘menghijau’ jelang akhir tahun?

 Budi Hikmat, Kepala Makroekonomi dan Direktur Strategi Investasi PT Bahana TCW Investment Management (BTIM) menuturkan, selama 12 tahun terakhir IHSG tidak pernah minus setiap setiap bulan Desember. Salah satu faktor pendorongnya adalah aksi window dressing yang sering dilakukan emiten dan institusi keuangan agar kinerja saham tercatat menawan pada akhir tahun.

 “Berdasarkan historikal selama 12 tahun terakhir, IHSG rata-rata tumbuh sekitar 3,5% pada bulan Desember. Jika angka rata-rata ini dijadikan acuan untuk memproyeksikan kenaikan bulan Desember 2019, maka IHSG berpeluang ditutup pada posisi 6222,” ungkap Budi Hikmat dalam siaran pers Senin (2/12/2019).

 Kendati demikian Budi mengingatkan bahwa IHSG selengkapnya dipengaruhi lima faktor yang diringkas sebagai ELVIS (earning, liquidity, interest rate, valuation dan sentiment). Berdasarkan kajian urutan yang paling relevan saat ini adalah SILVE mengingat Indonesia belum memiliki mesin ekspor penopang daya beli pengganti komoditas primer yang harganya sedang turun.

 Selain faktor internal, pelemahan IHSG pada bulan November dipicu faktor eksternal terutama memanasnya hubungan Amerika Serikat (AS) dan China seusai Presiden AS Donald Trump menandatangani Undang-undang (UU) penegakan demokrasi dan hak asasi manusia di Hong Kong. Aksi negeri adidaya yang dianggap campur tangan urusan dalam negeri membuat pihak China ‘meradang’ dan seperti dikutip Reuters, Kementerian Luar Negeri China menegaskan Beijing akan melakukan ‘serangan balasan’.

 Hal ini membuat kuatir para investor terhadap memburuknya prospek damai dagang oleh dua negara perekonomian terbesar dunia ini. Sehingga investor memilih tak berinvestasi di portofolio berisiko di negara berkembang. Satu pekan lalu, investor asing mencatat penjualan bersih Rp 2,68 triliun di Bursa Efek Indonesia.