Kementan Akui Serapan Tembakau Dalam Negeri Terus Menurun

Oleh : Ridwan | Kamis, 21 November 2019 - 08:30 WIB

INDUSTRY.co.id - Jakarta - Kementerian Pertanian (Kementan) memperkirakan produksi rokok pada tahun 2019 akan menurun dari tahun sebelumnya yang mencapai 332 miliar batang. Penurunan produksi ini akan berdampak pula terhadap kebutuhan tembakau nasional. 

"Kita lihat dalam tiga tahun terakhir produksi rokok terus menurun, sehingga berdampak pula terhadap kebutuhan tembakau dalam negeri," kata Direktur Tanaman Semusim dan Rempah Kementerian Pertanian, Agus Wahyudi seusai diskusi bersama Forum Wartawan Industri (Forwin) di Jakarta (20/11).

Dijelaskan Agus, ada beberapa faktor yang mempengaruhi penurunan produksi rokok di dalam negeri, salah satunya yaitu program gerakan pengendalian rokok yang masif.

Selain itu, faktor lainnya yaitu adanya perubahan transformasi produksi rokok dari sigaret kretek tangan (SKT) menjadi sigaret kretek mesin (SKM), serta SKM reguler me jadi SKM Mild.

Menurut Agus, struktur tersebut berubah presentasinya dari tahun ke tahun, sehingga menurunkan kebutuhan tembakau dan cengkeh yang menjadi turunan rokok kretek. 

"Penurunan produksi rokok kretek otomatis akan berdampak pula terhadap permintaan tembakau dan cengkeh dalam negeri," jelasnya.

Berdasarkan data yang dihimpun oleh Kementerian Pertanian, produksi tembakau dalam negeri mencapai 182 ribu ton di tahun 2018. Sedangkan kebutuhan tembakau dalam negeri mencapai 320 ribu ton. "Artinya, selama ini ada gap yang cukup besar," tambah Agus.

Agus mengungkapkan bahwa selama ini kekurangan kebutuhan tembakau dalam negeri ditutup oleh impor. "Ada tiga jenis tembakau yang selama ini masih impor antara lain, tembakau virginia, burley, dan oriental. Dari ketiga jenis tersebut tembakau virginia mempunyai komposisi yang paling besar mencapai 60 persen," lanjut Agus.

Oleh karena itu, kata Agus, pihaknya (Kementan) telah melaksanakan program penyediaan bahan baku industri hasil tembakau (IHT), sekaligus melakukan subsitusi impor terhadap tembakau. 

"Dalam rangka mendorong substitusi impor, Kementan telah mengeluarkan Permentan Nomor 23 Tahun 2019. Namun, memang saat ini sedang ada penambahan revisi untuk perbaikan-perbaikan," katanya.

Selain itu, pemerintah dalam hal ini Kementan terus melakukan perlindungan dan pemberdayaan petani dengan mengeluarkan rekomendasi teknis dimana dalam salah satu aturannya yaitu produsen atau industri rokok yang ingin melakukan impor memiliki kewajiban untuk menyerap bahan baku dalam negeri dari jumlah impor yang diajukan.

"Jadi jika realisasinya 100, mereka punya kewajiban menyerap tembakau dalam negeri dua kali lipat. Hal ini agar terjamin supplai-nya dan petani bisa terbeli tembakaunya," ungkap Agus.

Tak hanya itu, Kementan juga akan menetapkan harga minimum dan maksimum masing-masing jenis tembakau di daerah. Dalam hal ini, Kementan telah bekerjasama dengan perguruan tinggi di seluruh Indonesia untuk melakukan survei terkait harga plus keuntungan yang nantinya akan menjadi patokan harga minimum tembakau yang harus dibeli oleh pabrik. Namun, harga maksimum juga harus ditetapkan. 

"Semua kebijakan ini dilaksanakan dalam rangka kemitraan antara pabrik rokok dan petani," tutup Agus.