IKATSI Terus Kawal Agenda Penyelamatan Industri Tekstil

Oleh : Herry Barus | Kamis, 26 September 2019 - 18:00 WIB

INDUSTRY.co.id - Jakarta-Pasca pertemuan dengan Presiden Jokowi minggu lalu, langkah cepat tanggap darurat penyelamatan industri tekstil nasional menyisakan agenda revisi PERMENDAG 64 tahun 2017 dan evaluasi keberadaan tekstil di Pusat Logistik Berikat (PLB). Ikatan Ahli Tekstil Seluruh Indonesia (IKATSI) menilai kedua agenda ini masih sangat perlu dikawal agar tidak disisipi kepentingan kelompok importir pedagang.

Ketua Umum IKATSI, Suharno Rusdi menyatakan bahwa pihaknya masih melihat kelompok importir pedagang berkedok produsen terlibat aktif dalam melakukan revisi PERMENDAG 64 2017 untuk melindungi aktivitas impor mereka. Hal ini pun terlihat dari tidak dilibatkannya pihak industri yang saat ini tertekan akibat banjir impor.

“Ini revisi hanya dilakukan oleh kelompok yang melahirkan PERMENDAG 64 saja, nanti jadinya sebelas duabelas, revisi hanya formalitas tanpa benar-benar bisa memperbaiki kondisi industri tekstil” tegas Rusdi.

Satu hal penting yang harus dilakukan oleh pemerintah adalah segera melakukan verifikasi kepada pemegang API-P dan API-U yang melakukan importasi pada periode 2018-2019.

“Apabila perusahaan tersebut terbukti menyalahi aturan harus segera di blacklist baik nama perusahaannya maupun nama pemiliknya. “Meski agak aneh juga, karena indiksasi pemegang API-P bodong ini sudah ada sebelum 2017, tapi kenapa tetap diberikan rekomendasi impor” cetus Rusdi

Begitu pula halnya dengan agenda evaluasi PLB yang dirasakan IKATSI masih setengah hati. Tidak hanya PLB tekstil, IKATSI juga menyoroti PLB E-Commerce yang menjadi jalan masuk pakaian jadi yang dijual online.”HS 61-63 ditahun 2018, impornya naik 36% jadi USD 1,17 milyar, semester 1 tahun ini sudah mencapai USD 600 juta, IKM garment dan konveksian mulai tertekan” paparnya.

Terkait agenda safeguard yang sedang dalam pembahasan di Komite Pengamanan Perdagangan Indonesia (KPPI), IKATSI menilai bahwa keputusan besaran safeguard sepenuhnya ditangan KPPI. Pihaknya merasa heran jika Asosiasi Pertekstilan Indonesia (API) melakukan manuver untuk mengarahkan besaran bea masuk dari hulu ku hilir hanya sebesar 2,5% hingga 20%. Pihaknya menduga ada titipan kelompok importir pedagang yang masih ingin melanggengkan aktifitas impor yang telah terbukti merusak industri.

“Untuk serat, bea masuk MFN-nya (Most Favored Nation) saja sudah 5%, Benang 10%-12%, Kain 20% dan Garment 30%, masa malah mengarahkan besaran safeguard dibawah itu” ungkapnya. “Apalagi kalau pakai form Free Trade Agreement (FTA) kan sudah 0%, jadinya nanti hanya safeguard saja tanpa tambahan MFN” tambahnya.

Pihaknya juga curiga karena konsep besaran yang diusulkan API hanya dalam rangka harmonisasi tarif hulu hilir bukan dalam rangka pemulihan industri. Padahal safeguard adalah instrument trade remedies yang diambil oleh suatu negara ketika industrinya injury akibat lonjakan impor dengan penerapan tambahan tarif agar industrinya pulih kembali. “kalau industrinya tidak pulih ya percuma, namanya bukan safeguard, namanya harmonisasi tarif” ungkap Rusdi.

Untuk itu IKATSI meminta pihak istana untuk terus memonitor agenda penyelamatan industri TPT ini. “Pa Presiden kan sudah peringatkan akan kemungkinan terjadi resesi ekonomi dunia dan kita harus meminimalisir dampaknya bagi negara kita, dan industri tekstil merupakan jarring pengaman untuk menekan angka pengangguran” pungkasnya.