Skema Konsesi Pelabuhan Marunda Sesuai Amanat UU Pelayaran

Oleh : Herry Barus | Senin, 02 September 2019 - 07:00 WIB

INDUSTRY.co.id - Jakarta – PT Karya Citra Nusantara (KCN), tetap melanjutkan pembangunan seluruh dermaga pelabuhan Marunda meski sedang menunggu putusan kasasi atas kasus hukum yang melibatkan PT Kawasan Berikat Nusantara(KBN) sebagai pemegang saham minoritas yang menginginkan perubahan komposisi pemegang saham.

Komitmen KCN tetap membangun dermaga pier 1, 2 dan 3 sesuai dengan rekomendasi yang diberikan oleh kementerian koordinator politik hukum dan keamanan yang mengatakan pembangunan PT KCN harus tetap jalan demi kepastian investasi PT Karya Tehknik Utama (KTU), yang memiliki saham KCN sebesar 85%, sedangkan KBN memiliki saham 15%. 

Surat rekomendasi tersebut dikirimkan pada 3 November 2017, yang ditujukan kepada Menteri Badan Usaha Milik Negara (Menneg BUMN) dan Gubernur DKI Jakarta sebagai pemegang saham PT KBN.  Dalam rekomendasi tersebut juga dijelaskan bibir pantai yang direvitalisasi untuk membangun pier 1 hingga 3, adalah asset KCN dalam bentuk saham PT KBN kepada PT KCN, sehingga tidak ada lagi hak PT KBN.

Rekomendasi yang sama juga diberikan oleh Satgas Percepatan Efektifitas Pelaksanaan Kebijakan Ekonomi dalam POkja IV, yang menyatakan pembangunan yang sedang dilakukan KCN adalah proyek strategis nasional, sehingga kasus KBN tidak boleh menghambat proyek strategis nasional. ‘

’Pembangunan seluruh pier tetap akan kami laksanakan hingga selesai, meski saat ini dengan kasus hukum yang masih bergulir, tenant besar yang biasa menggunakan pelabuhan Marunda untuk bongkar-muat barang mulai khawatir bila sewaktu-waktu pelabuhan ini ditutup,’’ ujar Direktur Utama Widodo Setiadi saat mengunjungi pembangunan pelabuhan Marunda pada Sabtu (31/08/2019).

Widodo menjelaskan kasus yang tak kunjung selesai ini telah menyebabkan aktivitas bongkar muat barang berkurang sekitar 60%. Beberapa tenant besar yang menggunakan pelabuhan Marunda diantaranya PT Indocement, grup Sinar Mas, Siam Cement hingga WIjaya Karya. Berkurangnya proses bongkar muat tentunya mempengaruhi omzet dan fee konsesi yang dibayarkan kepada negara.

Sesuai dengan peraturan, KCN wajib membayar fee konsesi sebesar 5% dari pendapatan bruto perusahaan, atau secara nominal sekitar Rp 5 miliar setiap tahunnya. Fee yang dibayarkan KCN adalah fee terbesar kedua dari total 19 pelabuhan yang menjalankan skema konsesi. Rata-rata fee konsesi yang dibayarkan oleh pelabuhan lainnya sekitar 2,5% dari pendapatan bruto. 

‘’Skema konsesi harus dilaksanakan karena kami tunduk kepada perundang-undangan dibidang kepelabuhanan yang berada dibawah wewenang kementerian perhubungan,’’ papar Widodo. Lahan yang kami konsesikan adalah pier 1,2 dan 3, yang merupakan daerah perairan, jadi sama sekali kami tidak merampas daerah KBN, tegas Widodo.

UU no. 17 tahun 2008, tentang pelayaran sebagai persyaratan untuk sebuah Badan Usaha Pelabuhan (BUP) agar dapat terus melakukan kegiatan jasa kepelabuhanan. Hasil konsesi yang diperoleh otoritas pelabuhan merupakan pendapatan negara.

Upaya KBN yang menempuh jalur hukum untuk mendapatkan porsi kepemilikan saham yang lebih besar di KCN, juga telah melanggar peraturan BUMN. KBN sebagai BUMN wajib mematuhi peraturan menteri BUMN yang mengatur bahwa BUMN yang berusaha di sektor usaha tertentu, tidak boleh bertentangan dengan peraturan dan ketentuan dalam sektor usaha tertentu tersebut.