Industri Tekstil Kritis, Asosiasi Minta Presiden Jokowi Tegas Cabut Permendag 64/2017

Oleh : Ridwan | Rabu, 14 Agustus 2019 - 12:30 WIB

INDUSTRY.co.id - Jakarta - Kondisi industri tekstil dan produk tekstil (TPT) menunjukkan perkembangan yang kurang menggembirakan pada kurun waktu Januari hingga Mei 2019 akibat adanya defisit pada industri tekstil.

Lesunya industri TPT nasional juga berdampak pada aksi merumahkan pekerja hingga pemutusan hubungan kerja (PHK), seperti yang terjadi di Industri tpt Bandung, Jawa Barat.

Wakil Sekretaris Asosiasi Pertekstilan Indonesia (API) Jawa Barat, Rizal Tanzil menyampaikan, para IKM tenun dan rajut sudah mengurangi produksi 30-40%, sehingga utilisasi produksinya hanya tingga 50% akibat banjir impor kain yang difasilitasi PERMENDAG 64 tahun 2017.

Ia menjelaskna bahwa, PERMENDAG 64/2017 telah memberikan fasilitas impor tanpa batas dan tanpa kontrol kepada para pedagang pemenang Angka Pengenal Impor Umum (API-U). 

"Impor bahan baku dari API-U yng seharusnya disalurkan ke IKM ternyata sebagian besar langsung dijual ke pasar, bahkan sekarang mulai masuk barang jadinya. Para IKM tenun dan rajut di wilayah Majalaya meminta agar PERMENDAG 64 segera dicabut," tegas Rizal di Jakarta, beberapa waktu lalu.

Lebih lanjut, ia meminta presiden terpilih (Joko Widodo) untuk secara tegas berpihak kepada produsen dalam negeri. "Kalau concern pemerintah kepada IKM, perbaikan neraca perdagangan dan penyerapan tenaga kerja di sektor padat karya, Presiden Jokowi harus segera perintahkan pencabutan PERMENDAG 64 ini," tegasnya.

Ditempat terpisah, Ketua Umum Ikatan Ahli Tekstil Seluruh Indonesia (IKATSI), Suharno Rudi mengamini bahwa kondisi industri TPT saat ini sudah cukup mengkhawtirkan. Berdasarkan informasi dari sebagian besar anggotanya yang tersebar diberbagai industri TPT, saat ini stok digudang sangat tinggi.

"Bahkan di kuartal II/2019, sekitar 20 perusahaan tidak lagi memperpanjang kontrak sekitar 36 ribu karyawannya. Industri ini harus segera diselamatkan," kata Suharno.

Suharno menjelaskan bahwa pasar dalam negeri sangat besar dengan pertumbuhan konsumsi sekitar 6% per tahun. "Konsumsi per kapita kita saat ini 8,13kg dan masih akan terus tumbuh hingga lebih dari 12kg, nilai transaksi dari hulu ke hilir tahun 2018 mencapai USD 34 miliar, jauh lebih besar ketimbang kemampuan ekspor kita yang hanya USD 13 miliar," katanya.

IKATSI meminta pemerintah tidak jor-joran membuka impor bahan baku dengan alasan ekspor maupun IKM, ditengah tekanan dipasar ekspor substitusi impor adalah jawaban untuk menyelamatkan sektor industri TPT nasional. 

"Kemudahan bahan baku untuk ekspor kan sudah difasilitasi melalui Kawasan Berikat (KB) dan Kemudahan Impor Tujuan Ekspor (KITE), sedangkan bahan baku untuk IKM kan sudah bisa di suplai oleh produk dalam negeri yang sebagiannya juga IKM. JAdi tidak perlu lagi PERMENDAG 64 membuka impor dengan alasan ini," ungkapnya.

Menteri Perindustriann Airlangga Hartarto mengakui ada impor berlebih pada produk tekstil dan produk tekstil (TPT) yang berdampak pada perumahan tenaga kerja di industri TPT Bandung, Jawa Barat.

"Tentu kita melihat ada impor yang berlebihan. Kita akan review lagi karena sekarang ada importir umum melalui Pusat Logistik Berikat (PLB). Kita mau dorong para produsen tidak terganggu. Apalagi perang dagang China-AS dan devaluasi China sehingga produk dari China akan kompetitif," kata Airlangga di Kantor Kementerian Perindustrian, Jakarta (14/8).

Ditambahkan Airlangga, pihaknya terus berupaya mencari cara untuk melindungi industri tekstil nasional. "Kita akan lihat, beberapa (upaya perlindungan) kan sudah kita lakukan di industri keramik, nanti kita lihat di industri-industri lainnya," tamnbahnya.

Selama ini, katanya, PLB memudahkan bagi eksportir maupun importir dalam menyimpan barang mereka, sebagai kawasan berikat. Namun, Airlangga tak merinci persoalan apa yang terjadi pada PLB dan kaitanyya dengan impor TPT yang berlebihan. 

"Tentu pemerintah melindungi. Amerika kan memberi (tarfi) 10 persen untuk produk China. Nah, kita akan lihat, sebagian sudah kita lakukan," terang Menperin.