Ekonomi Tumbuh 5,05%, Sektor Perbankan hingga Infrastruktur Masih Menjanjikan

Oleh : Herry Barus | Selasa, 06 Agustus 2019 - 10:10 WIB

INDUSTRY.co.id - Jakarta – Ekonomi Indonesia pada kuartal dua tahun ini masih memperlihatkan trend pertumbuhan yang melambat sebagai dampak dari memburuknya kinerja ekspor akibat dari perang dagang antara US dan Cina, meski konsumsi masyarakat dan investasi masih memperlihatkan geliat pertumbuhan positip.

Pertumbuhan ekonomi yang melambat, membuka peluang bagi penurunan suku bunga lebih lanjut.

Badan Pusat Statistik (BPS) mencatat geliat perekonomian pada kuartal dua 2019, tumbuh sebesar 5,05% bila dibandingkan periode yang sama tahun lalu. Ini adalah pertumbuhan ekonomi terendah sejak 2015, dalam periode yang sama. Bahkan pertumbuhan ekonomi pada kuartal dua lebih rendah dari pencapaian kuartal pertama yang mampu tumbuh sebesar 5,07% secara tahunan. 

 

Bahana Sekuritas menilai sektor konsumer masih tumbuh cukup baik meskipun ada hambatan dari faktor global, masih kuatnya konsumsi masyarakat dinilai berasal dari pengeluaran negara untuk belanja pemilu serta adanya kenaikan gaji pokok pegawai negeri sipil (PNS), TNI dan Kepolisian sebesar 5% sejak Januari 2019, yang pencairannya sudah dilakukan pada April lalu.

‘’Namun perlu dicermati, apakah konsumsi masih akan tetap kuat dengan kemungkinan harga komoditas diperkirakan masih akan mengalami tekanan pada kuartal - kuartal selanjutnya, dengan perang dagang yang masih berlanjut,’’ papar Kepala Riset Bahana Sekuritas Lucky Ariesandi. Bila ditambah lagi dengan permasalahan pemadaman listrik yang sedang terjadi saat ini di wilayah Jawa, bila berkepanjangan, tentunya akan berisiko bagi pertumbuhan ekonomi pada kuartal tiga, tambahnya. 

 

Bank Indonesia telah memotong suku bunga acuan atau BI 7-Day Repo Rate sebesar 25 basis points (bps) menjadi 5,75% dari yang sebelumnya sebesar 6%, pada Juli untuk mendorong geliat perekonomian ditengah-tengahnya rendahnya perkiraan inflasi hingga akhir tahun ini. Babak baru kebijakan moneter longgar telah dimulai BI, setelah sejak Mei 2018, Bank Indonesia menempuh kebijakan moneter ketat untuk menjaga stabilitas nilai tukar.

Ke depan, Bank Indonesia memandang masih terbuka ruang bagi kebijakan moneter yang akomodatif sejalan dengan rendahnya prakiraan inflasi dan perlunya mendorong momentum pertumbuhan ekonomi lebih lanjut. Bila sebelumnya BI memperkirakan pertumbuhan ekonomi berada dibawah titik tengah kisaran 5% - 5,4%, dengan masih terbukanya penurunan suku bunga lebih lanjut, pertumbuhan ekonomi sepanjang tahun ini diperkirakan bisa berada diatas 5,2%.

Bahana menilai sektor perbankan khususnya bank yang memiliki current account and saving account (CASA) atau yang lebih dikenal dengan dana murah sedikit akan diuntungkan karena beban untuk biaya dana akan turun, juga bank yang memiliki loan to deposit ratio (LDR) tinggi akan mendapat dampak positif karena bunga pinjaman masih relative tinggi.

Sektor infrastruktur terkait telekomunikasi dan konstruksi juga akan mendapat keuntungan karena sektor-sektor ini memiliki utang yang cukup besar, dengan adanya trend penurunan suku bunga ini, maka beban biaya pinjaman akan turun. ‘’Sektor properti dan otomotif yang sangat sensitif terhadap suku bunga juga akan diuntungkan karena penurunan bunga kredit akan mendongkrak penjualan properti, mobil dan motor,’’ papar Lucky.