Jadi Substitusi Impor Bahan Baku, Kemenperin Dorong Tumbuhnya Industri Hilirisasi Batubara

Oleh : Ridwan | Senin, 04 Maret 2019 - 09:45 WIB

INDUSTRY.co.id - Sumatera, Kementerian Perindustrian terus mendorong tumbuhnya indutri hilirisasi batubara agar dapat menghasilkan produk bernilai tambah tinggi dan substitusi impor seperti urea, Dimethyl Ether (DME), serta polypropylene.

Langkah strategis ini dalam rangka memenuhi kebutuhan bahan baku pembuatan pupuk, bahan bakar, dan plastik yang akan digunakan di dalam negeri hingga mengisi permintaan pasar ekspor.

"Undang-Undang No 3 Tahun 2014 tentang Perindustrian mengamanatkan, pengembangan industri pengolahan difokuskan pada penguatan rantai pasok untuk menjamin ketersediaan bahan baku dan energi yang berkesinambungan dan terjangkau," kata Menteri Perindustrian Airlangga Hartarto pada Pencanangan Industri Hilirisasi Batubara di Tanjung Enim, Sumatera Selatan, Minggu (3/3).

Turut hadir dalam kegiatan pencanangan tersebut, Menteri BUMN Rini Soemarno dan Menteri ESDM Ignatius Jonan. Dalam rangkaian acara, Menteri Airlangga juga berkesempatan menandatangani prasasti pencanangan Bukit Asam Based Special Economic Zone (BACBSEZ).

"Sektor industri inilah yang sekarang diperlukan sesuai dengan arahan Presiden, karena merupakan substitusi impor dan dapat memperkuat cadangan devisa. Maka itu, kluster Tanjung Enim dengan luas 300 hektare ini akan menjadi kawasan industri baru yang terintegrasi," ungkapnya.

Menperin memberikan apresiasi kepada PT. Bukit Asam Tbk, PT. Pertamina (Persero), PT. Pupuk Indonesia (Persero), dan PT. Chandra Asri Petrochemical Tbk yang sedang mengembangkan industri hilirisasi batubara di mulut tambang Tanjung Enim. Pada Desember 2017, keempat perusahaan tersebut telah menandatangani perjanjian kerja sama untuk mengolah batubara kalori rendah dengan teknologi gasifikasi sehingga menghasilkan produk akhir yang memiliki nilai jual yang lebih tinggi.

Pembangunan pabrik pengolahan gasifikasi batubara yang nilai investasinya diperkirakan mencapai USD 1,2 miliar dan menciptakan lapangan kerja sebanyak 1.400 orang ini akan mulai beroperasi pada November tahun 2022.

"Produksinya nanti dapat memenuhi kebutuhan sebesar 500 ribu ton urea per tahun, 400 ribu ton DME per tahun, dan 450 ribu ton polypropylene per tahun," tambah Menperin.

Dengan target pemenuhan pasar tersebut, diproyeksi kebutuhan batubara sebagai bahan baku sebesar 7-9 juta ton per tahun, termasuk untuk mendukung kebutuhan batubara bagi pembangkit listrik. Hilirisasi yang akan dilakukan ini diperkuat dengan total sumber daya batubara sebesar 8,3 miliar ton dan total cadangan batubara sebesar 3,3 miliar ton.

Menperin pun menghitung nilai tambah yang akan dihasilkan di Tanjung Enim, apabila kebutuhan batubara dalam proyek ini mencapai 9 juta ton per tahun dengan harga komoditasnya USD 30 per ton, maka menghasilkan senilai USD 270 juta tanpa pengolahan.

"Tetapi apabila ada satu pabrik polypropylene dengan kapasitas 450 ribu ton per tahun, itu bisa menghasilkan USD 4,5 miliar. Aapalagi, akan ada pabrik pupuk dan DME itu minimal mencapai USD 7 miliar devisa yang bisa kita hemat, bukan hanya menggali, tetapi ada nilai tambahnya," terang Airlangga.

Direktur Utama PT. Bukit Asam Tbk Arviyan Arifin menyampaikan, pihaknya berkomitmen untuk menciptakan nilai tambah dan mentransformasi batubara menjadi ke arah hilir dengan teknologi gasifikasi.

"Selain itu, diharapkan dengan kerja sama ini juga dapat meningkatkan sinergi antar BUMN, dan mampu menciptakan efisiensi dalam industri batubara, gas, pupuk, dan kimia," ujarnya.