Kemenperin: Kendaraan Listrik Mampu Hemat Devisa Capai Rp798 Triliun

Oleh : Ridwan | Rabu, 30 Januari 2019 - 15:40 WIB

INDUSTRY.co.id - Jakarta, Pemerintah melalui Kementerian Perindustrian semakin serius dalam pengembangan kendaraan listrik di Indonesia guna menyasar target utama yaitu ketahanan energi dan ramah lingkungan.

"Guna menangani masalah energy security, kendaraan listtik merupakan salah satu alternatif yang kita pakai untuk mengurangi impor bahan bakar minyak (BBM)," kata Direktur Jenderal Industri Logam, Mesin, Alat Transportasi, dan Elektronika (ILMATE) Kementerian Perindustrian Harjanto di Jakarta (30/1/2019).

Ditambahkan Harjanto, pemerintah menilai kendaraan listrik dapat mengurangi pemakaian serta memangkas ketergantungan impor BBM. "Ini berpotensi menghemat devisa kurang lebih Rp798 triliun. Kita masih punya CPO atau sumber energi lain terbarukan yang bisa dimanfaatkan," terangnya.

Selain itu, tambahnya, pengembangan kendaraan listrik merupakan salah satu komitmen pemerintah dalam upaya menurunkan emisi Gas Rumah Kaca (CO2) sebesar 29 persen pada tahun 2030. "Penurunan emisi bukan hanya tergantung kendaraannya, tapi juga dari sumber energi yang kita gunakan," imbuh Dirjen ILMATE.

Sejalan dengan target tersebut, pada peta jalan pengembangan industri otomotif nasional, populasi mobil listrik pada tahun 2025 diperkirakan mencapai 20 persen atau sekitar 400.000 unit dari total produksi di dalam negeri sebesar dua juta unit. Di tahun yang sama, populasi motor listrik dibidik sebanyak duan juta unit. 

Selanjutnya, berdasarkan peta jalan Making Indonesia 4.0, Indonesia akan menjadi basis produksi kendaraan jenis Internal Combustion Engine (ICE) maupun Electricfied Vehicle untuk pasar domestik hingga ekspor pada tahun 2030. Hal ini didukung oleh kemampuan industri nasional dalam memproduksi bahan baku utama serta optimalisasi produktivitas sepanjang rantai nilai industri tersebut. 

Lebih lanjut, ia mengungkapkan, pengembangan kendaraan LCEV juga perlu disesuaikan dengan karakteristik teknologi, antara lain terkait jarak tempuh, ukuran kendaraan dan bahan bakar yang digunakan. Hal ini juga untuk mengatur mengenai skema insentifnya.

"Tentunya insentif ini disesuaikan dengan jumlah emisi yang dikeluarkan oleh kendaraan itu. Jadi,makin rendah emisinya, makin besar insentifnya. Di samping itu, pembobotan tingkat komponen dalam negeri (TKDN) juga menjadi faktor pemberian fasilitas fiskal tersebut," ucap Harjanto.

"Selain itu, kami juga telah mengusulkan penurunan PPnBM kendaraan listrik terkait bea masuk, sehingga kendaraan listrik dapat lebih diperkenalkan dan diaplikasikan di Indonesia secara luas," tutur Harjanto.