Kisah Petani Jagung Berdasi (2): Memilih NTB Ketimbang Jawa

Oleh : Hariyanto | Kamis, 18 Oktober 2018 - 19:02 WIB

INDUSTRY.co.id - Jakarta - Pelaku Agripreuneur jagung pakan, Dean Novel mengatakan, tanaman pangan atau serealia merupkan idola. "Serealia itu paling gagah. Karena menanam tanaman kebutuhan sehari-hari," kata Dean Novel yang sudah 11 tahun menikmati manisnya bisnis komoditas ini. 

Jagung berwarna kuning spesifik ini, memang merupakan salah satu bahan utama pakan ternak ayam. Tak heran permintaannya tinggi, karena sangat dibutuhkan kalangan peternak ayam layer (petelur) hingga industri pakan ternak. Alasan ini yang membawa Dean Novel, pemuda penyandang gelar master sebuah perguruan tinggi swasta di Ibukota, memilih menjadikan jagung pakan sebagai ladang usahanya. 

Di usianya yang menginjak 44 tahun, Dean yang dijuluki “Petani berdasi” dan terkenal di seantero Nusa Tenggara Barat (NTB), berbagi cerita. Cerita suksesnya mengelola lahan yang luasnya mencapai 7.000 ha, hingga dilabeli agripreneur atau pengusaha jagung syariah. Label syariah disematkan karena tidak ada bunga.

 “Harga bibit segitu ya saya jual segitu. Tidak ada juga bagi hasil. Mereka jual jagung ke saya dan saya beli. Nggak ada hitungan yang rumit. Sederhana saja. Ngapain dibikin rumit”, rincinya. 

Dean betah berladang di NTB karena menurutnya petani di Lombok masih haus dengan inovasi. Masih mendengar jika diberi penyuluhan, masih penasaran dengan ilmu-ilmu baru dalam pertanian.

“Di Lombok itu rata-rata _land owner_. Lahannya punya sendiri. Sampai 80 persen statusnya _land owner_. Sisanya sewa. Sebaliknya di Jawa 80 persen lahan berstatus sewa”, imbuh Dean.

Baginya, ini membuat petani menjadi lebih bertanggung jawab atas program kemitraan yang dijalani. 
“Karena ia tidak meminta jaminan alias syariah. Yang dipinjamkan ke petani itu tidak pakai jaminan.Kalau dia pemilik lahan pasti dia tanggung jawab. Tapi kalau dia buruh atau sewa dikasih pinjaman bisa lari”, tambahnya. 

Sambil "Merem" Saja Jagung Menghasilkan

Hingga kini Dean masih disibukkan usaha memenuhi permintaan pasar lokal yang sangat tinggi dan belum bisa terpenuhi. 

“Sejauh ini masih sebatas Jawa Timur untuk memenuhi industri pakan ternak. Sampai sekarang masih kewalahan karena permintaannya masih sangat tinggi”, ungkap Dean. 

Hanya limbahnya saja yang diekspor ke Korea Selatan dan Jepang. Limbahnya diolah sendiri, dihancurkan, kemudian dicetak dalam bentuk seperti es balok. Di kedua negara itu limbah jagung menjadi medium untuk budidaya jamur merang. Kalau di Indonesia masih memakai serbuk kayu di Korsel dan Jepang menggunakan limbah jagung.

Keberhasilannya menjadi petani berdasi jagung pakan, membuat Dean diminta sebagai konsultan pemerintah daerah yang tertarik untuk bertani jagung. Di antaranya Sulawesi Utara dan Halmahera serta NTT. “Jagung mereka juga saya beli dan saya pasarkan”, tambahnya lagi. 

Kementerian Pertanian memang memproyeksikan untuk memajukan produksi jagung dari kawasan Timur Indonesia. Sulawesi salah satu daerah potensial pertanaman jagung. Selain pemenuhan kebutuhan domestik, Sulawesi Tengah sudah mulai mengekspor jagungnya dari Pelabuhan Ampana, Kabupaten Tojo Una Una. 

"Bahkan ekspor jagung dari Gorontalo sebagian berasal dari Sulteng, terutama dari Kabupaten Buol," ujar Staf Ahli Mentri Pertanian Bidang Perdagangan Mat Syukur di Palu Selasa (28/8/2018) lalu. 

Sejak Januari 2018, Touna telah melakukan ekspor jagung enam kali melalui Pelabuhan Matangisi langsung ke Filipina, total sebesar 14.000 ton. Menteri Pertanian Andi Amran Sulaiman pada akhir Juli lalu bahkan sempat berkunjung ke Kabupaten Tojo Una Una untuk memastikan kantor Karantina Pertanian hadir dan proaktif melayani ekspor, tanpa perlu jauh-jauh ke Palu.

Sementara Kementan juga mendorong peningkatan produksi jagung dan padi Provinsi Nusa Tenggara Timur (NTT).  Berdasarkan data Kementan, pelaksanaan program Upaya Khusus (UPSUS) tahun 2014 hingga 2016, telah mampu memajukan sektor pertanian NTT sehingga mampu memenuhi kebutuhan beras dari produksi sendiri. Demikian juga terkait jagung, NTT kini menjadi salah satu provinsi sentra produksi jagung nasional.

Dengan Potensi jagung yang begitu ini, Dean Novel belum berencana untuk mengembangkan bisnis lain. “Saya masih fokus bertani jagung. Pasarnya masih sangat luas. Dan itu, usaha jagung itu risikonya kecil, tidak jantungan, kita sambil merem saja jagung menghasilkan”, pungkasnya optimistis.