DPR Minta Anggaran BKPM

Oleh : Irvan AF | Rabu, 15 Februari 2017 - 08:52 WIB

INDUSTRY.co.id, Jakarta - Anggota Komisi VI DPR RI Iskandar Syaichu mengatakan anggaran Badan Koordinasi Penanaman Modal (BKPM) perlu ditingkatkan karena saat ini terlalu minim untuk selaras dengan target mendatangkan banyak investor ke dalam negeri.

"BKPM adalah ujung tombak pemerintah dalam menjaring investasi. Sejak saya menjadi Anggota DPR, anggaran BKPM tidak pernah signifikan," kata Iskandar Syaichu dalam rilis kepada wartawan, Rabu (15/2/2017).

Menurut politisi PPP, untuk menjaring investor masuk ke Indonesia memerlukan biaya besar padahal sesuai target 2017, BKPM harus mengejar target hingga Rp678 triliun.

Bahkan, lanjutnya, pada 2018 target tersebut dinaikkan lagi mencapai Rp800-Rp900 triliun.

Iskandar mengemukakan bahwa pada saat ini masih ada ruang bagi BKPM bila ingin menaikkan anggarannya pada APBN-P 2017.

Sementara itu, Badan Koordinasi Penanaman Modal (BKPM) menyatakan pentingnya sinergi aparat penanaman modal di pusat dan daerah guna mendukung target investasi pada 2017 sebesar Rp678,8 triliun dan 2018 sebesar Rp863 triliun.

Karena itu, BKPM akan menggelar rapat koordinasi nasional (rakornas) pada pekan ketiga bulan ini.

Kepala BKPM Thomas Trikasih Lembong dalam siaran pers di Jakarta, Senin (6/2), mengatakan rakornas tersebut mempunyai agenda untuk mendorong implementasi hasil rapat terbatas tentang Pelayanan Terpadu Satu Pintu (PTSP) di mana perlu koordinasi yang lebih intensif dengan pemerintah daerah.

Sebelumnya, Kepala Badan Koordinasi Penanaman Modal Thomas Lembong mengingatkan semua negara balapan dalam upaya menarik sebanyak mungkin investor dengan cara terus mempermudah dan mempersingkat izin investasi agar pengusaha nyaman serta aman.

"Persaingan sengit karena semua negara berebutan menarik investor dan kita tidak saja berhadapan dengan Malaysia dan Singapura tapi juga Vietnam dan Thailand yang juga rajin tawarkan kemudahan investasi," kata Kepala Badan Koordinasi Penanaman Modal Thomas Lembong kepada pers di Batam, Kepulauan Riau, Sabtu (4/2).

Menurut dia, kondisi seperti sekarang ini membuat semua pemerintah di masing-masing negara berupaya merubah dan memperbaharui serta membatalkan regulasi yang dianggap tidak pro-dunia usaha.(iaf)