Forum Pengguna Keramik Desak Pemerintah Segera Hentikan Penyelidikan Impor Ubin Keramik

Oleh : Ridwan | Senin, 23 Juli 2018 - 10:05 WIB

INDUSTRY.co.id - Jakarta, Forum Pengguna Keramik Seluruh Indonesia (FPKSI) menyatakan keberatannya atas penyelidikan impor ubin keramik yang dilakukan oleh Komite Pengamanan Perdagangan Indonesia (KPPI). 

Hal tersebut disampaikan oleh Ketua Umum FPKSI Triyogo kepada Industry.co.id di Jakarta, Senin (23/7/2018).

Menurutnya, sampai dengan saat ini produsen lokal keramik belum dapat memenuhi kebutuhan pasar pengguna keramik dalam negeri yang sangat tinggi atas produk porselen B.I.a.

"Permintaan saat ini untuk keramik porselen B.I.a sangat tinggi, namun produsen dalam negeri belum mampu memenuhi kebutuhan pasar domestik," kata Triyogo. 

Ia mencontohkan, salah satu anggota kami, PT Catur Mitra Sejati Sentosa memesan produk porselen (B.I.a) dari produsen lokal PT Jui Shin Indonesia, namun PT Jui Shin Indonesia tidak dapat memenuhi permintaan tersebut. 

"Sebagai catatan, PT Jui Shin Indonesia adalah salah satu pemohon di dalam penyelidikan impor ubin keramik ini," terangnya. 

Contoh berikutnya, lanjut Triyogo, PT Niro Ceramic Sales Indonesia yang merupakan produsen local keramik adalah juga importir produk porselen (B.I.a). 

"Selain Niro Ceramic, masih banyak pabrik dalam negri lainnya yang melakukan importasi porselen B.I.a alih alih memproduksinya di dalam negeri. Hal ini disebabkan oleh tingginya permintaan pasar produk porselen (B.I.a) di Indonesia," ungkap Triyogo. 

Selain itu, tambahnya, harus diakui bahwa ukuran dan kualitas produk lokal keramik belum bisa memenuhi standar permintaan pasar atau trend penggunaan keramik yang ada di Indonesia (ukuran 60cm x 60cm keatas).

"Harus disadari bahwa trend pengguna keramik sudah bergeser dari keramik yang diglasir (B.III) menjadi porselen (B.I.a)," tutur Triyogo. 

Menurut Ketum FPKSI, saat ini porselen (B.I.a) bukan lagi hanya digunakan oleh pihak-pihak swasta namun hampir seluruh proyek pembangunan pemerintah juga sudah menggunakan porselen (B.I.a) antara lain bandar udara di Indonesia, seperti Terminal III Soekarno-Hatta di Jakarta, Bandara Ahmad Yani di Semarang, dan Bandara Sultan Aji Muhammad Sulaiman Sepinggan di Balikpapan, serta Wisma Atlet Kemayoran yang dibangun oleh Pemerintah.

Lebih lanjut, ia menegaskan, apabila ada kerugian produsen keramik di dalam negeri bukanlah disebabkan oleh kenaikan impor namun disebabkan oleh faktor lain, diantaranya, tingginya biaya produksi dalam negeri salah satunya adalah harga gas di Indonesia, serta ketidakmauan produsen dalam negeri berinovasi dan mengikuti trend pasar keramik di Indonesia yaitu memproduksi produk porselen (B.I.a).

Oleh karena itu, apabila pemerintah menyetujui pengenaan tindakan pengamanan (Safeguard) atas impor produk porselen (B.I.a) hanya akan merugikan pengguna keramik di 
Indonesia baik swasta maupun pihak pemerintah sendiri yang sedang gencar melakukan pembangunan proyek strategis nasional (PSN) yang banyak membutuhkan produk porselen (B.I.a). 

"Kami dari forum pengguna keramik memohon kepada Kementerian terkait khususnya Kementerian Perdagangan untuk mempertimbangkan penyelidikan impor ubin keramik dan melibatkan kami dalam perumusan pengenaan tindakan pengamanan (safeguard) atas porselen (B.I.a)," paparnya. 

Seperti diketahui, Komite Pengamanan Perdagangan Indonesia (KPPI) memulai penyelidikan Tindakan Pengamanan Perdagangan (safeguards) atas lonjakan volume impor ubin keramik pada 29 Maret 2018. 

Penyelidikan dilakukan setelah mendapat permohonan dari Asosiasi Aneka Industri Keramik Indonesia (Asaki) yang mewakili industri dalam negeri penghasil ubin keramik.