IRESS Menilai Alasan Pada Konsiderans Permen ESDM No.23/2018 Tidak Relevan

Oleh : Hariyanto | Selasa, 08 Mei 2018 - 09:59 WIB

INDUSTRY.co.id - Jakarta - Indonesian Resources Studies (IRESS) sangat yakin bahwa alasan-alasan yang tercantum pada konsiderans Permen ESDM No.23/2018 merupakan hal yang absurd, tidak relevan dan mengada-ada, sekaligus merendahkan dan menghina kemampuan SDM bangsa sendiri.

Marwan Batubara, Direktur Eksekutif IRESS dalam keterangan resmi yang diterima INDUSTRY.co.id, Selasa (8/5/2018) menyebutkan, pernyataan yang merendahkan Pertamina sehingga dihalangi mengelola Blok Mahakam dengan alasan ketidakmampuan SDM, manajemen dan teknologi, atau produksi migas akan turun, investor asing akan lari, dan lain-lain, telah terjadi saat KESDM saat dipimpin Jero Wacik dan Rudi Rubiandini. Penghinaan kepada bangsa sendiri ini tampaknya berulang melalui penerbitan Permen No.23/2018. 

"Di samping pertimbangan aspek konstitusional dan legal di atas, ternyata Permen ESDM No.23/2018 menyimpan misteri kemungkinan terjadinya perburuan rente. Perburuan rente ini dapat terjadi melalui penunjukan langsung kontraktor KKS existing untuk melanjutkan pengelolaan WK yang KKS-nya berakhir (Pasal 2)," ungkapnya.

Dalam hal ini, tambah Marwan, dasar perhitungan dana yang harus dibayar oleh sang kontraktor (di luar signatory bonus) tidak jelas, sehingga rawan untuk terjadinya KKN/korupsi. Padahal dalam Permen No.15/2015, proses akuisisi saham WK tersebut dilakukan secara B-to-B dengan BUMN.

"Negara dan BUMN akan dapat menghindari KKN, sekaligus akan memperoleh dana akuisisi saham yang optimal jika setiap WK yang KKS-nya berakhir diserahkan kepada BUMN. Kemudian BUMN-lah yang melakukan tender atau mengundang (farm-out) kontraktor lain untuk memiliki saham dalam pengelolaan WK tersebut secara B-to-B," lanjutnya.

Ia menilai, penyerahan pengelolaan WK kepada BUMN juga akan dapat menghindari masuknya perusahaan-perusahaan siluman yang didukung oleh oknum-oknum penguasa untuk memiliki saham tanpa membayar dana akuisisi. "Hal ini pernah terjadi pada proses perpanjangan WK West Madura Off-Shore (WMO) pada 2011," kata Marwan.

Saat itu, lanjutnya,  Kementrian ESDM setuju memberikan 50% saham WMO kepada Pertamina. Sedang 50% sisanya di bagi merata kepada CNOC, Kodeco dan 2 perusahaan siluman. "Namun setelah kasus ini dilaporkan kepada KPK, KESDM merubah kepemilikan saham menjadi 80% untuk Pertamina dan 20% untuk Kodeco," katanya.

Dengan Permen ESDM No.23/2018, potensi terjadinya kasus bagi-bagi saham kepada perusahaan siluman secara gratis atau membayar secara “damai”, jauh di bawah nilai yang seharusnya, seperti pada kasus WMO, sangat besar. Apalagi, jika oknum-oknum penguasa pengidap moral hazard mendapat kesempatan mengambil keputusan. Itu pula salah satu sebab mengapa IRESS, selain alasan konstitusional/legal, menolak pemberlakuan Permen tersebut.

Presiden Jokowi pernah mengatakan akan menjadikan Pertamina menjadi tuan di negeri sendiri dan mengungguli Petronas dalam 5 tahun ke depan (4/7/2014). Begitu pula Wapres JK pernah menyatakan kontrak-kontrak migas yang telah berusia di atas 25 tahun seharusnya tidak diperpanjang (17/7/2012). 

"Ternyata ketentuan Permen ESDM No.23/2018 justru bertolak belakang dengan visi dan sikap Presiden tersebut. Sadarkah Presiden dengan apa yang telah diucapkan dan berupaya optimal untuk mewujudkan? Apakah Presiden terlibat dan telah merestui penerbitan Permen No.23/2018 tersebut?," ucapnya.

"Kita tidak tahu apa jawaban pasti atas pertanyaan-pertanyaan di atas. Kita pun tidak ingin Presiden hanya beretorika dan menebar janji-janji kosong yang menipu rakyat! Yang jelas, jika ingin menjaga martabat dan harga diri bangsa, mematuhi amanat konstitusi, menegakkan kedaulatan negara, meningkatkan ketahanan energi yang saat ini terpuruk dan menjalankan peraturan yang berlaku, serta mencegah terjadinya KKN, maka Permen ESDM No.23/2018 harus segera dicabut! Jika tidak, maka akan terbuka peluang terjadinya pelanggaran konstitusi dan KKN yang dapat berujung kepada proses pemakzulan terhadap pemimpin yang berkuasa," tambahnya.

IRESS menghimbau DPR, MPR dan seluruh rakyat untuk menggugat dan membatalkan Permen No.23/2018 tersebut dan mengembalikan hak pengelolaan SDA milik negara kepada BUMN sesuai konstitusi. Pada saat yang sama IRESS juga meminta KPK untuk memantau secara seksama proses negosiasi perpanjangan kontrak-kontrak migas dan minerba (misalnya Freeport dan PKP2B) yang sedang berlangsung, karena berpotensi terjadinya KKN dan perburuan rente, termasuk pengumpulan logistik Pemilu 2019.