Pemerintah Diminta Pertimbangkan Ulang Moratorium Sawit

Oleh : Hariyanto | Selasa, 30 Januari 2018 - 13:42 WIB

INDUSTRY.co.id - Jakarta- Pemerintah diminta mempertimbangkan kembali rencana penerbitan Instruksi Presiden (Inpres) terkait penundaan perizinan atau moratorium kebun sawit yang kini drafnya berada di Kementerian Koordinator bidang Perekonomian.

Ketua Umum Masyarakat Perkelapasawitan Indonesia (Maksi) Darmono Taniwiryono di Jakarta, Senin (29/1/2019) mengatakan, kebijakan moratorium kebun sawit tidak pernah membawa perbaikan signifikan terhadap lingkungan.

Perbaikan lingkungan justru lebih didukung oleh perbaikan tata kelola sawit melalui penerapan "Indonesian Sustainable Palm Oil System" (ISPO)yang juga diinisiasi Kemenko.

Penerapan sertifikasi mandatory ISPO dengan serangkaian persyaratan yang ketat mencakup isu hukum, ekonomi, lingkungan dan sosial lebih menunjukkan "gigi" dalam perbaikan lingkungan dan mengurangi efek gas rumah kaca.

"Selama ini moratorium terbukti tidak efektif, mengapa harus dipertahankan. Belum lagi aturan sawit terkait lingkungan sudah terlalu banyak sehingga terkesan tumpang tindih," ucapnya.

Darmono juga mengingatkan, label moratorium kebun sawit dalam Inpres tersebut menunjukkan ketidakberpihakan kelompok tertentu terhadap komoditas yang selama tiga tahun pemerintahan Jokowi telah mengangkat derajat bangsa melalui kontribusi devisa terbesar serta peningkatan tenaga kerja.

"Presiden Jokowi saja bangga dengan sawit dan selalu membela dalam berbagai forum internasional. Seharusnya, perlu label yang lebih etis. Ini sama dengan mempermalukan Indonesia di mata dunia," tuturnya seperti dilansirAntara.

Kalau pun moratorium lahan terpaksa dilakukan dengan alasan peningkatan hilirisasi dan peremajaan tanaman sawit, tambahnya, seharusnya ada dukungan jelas dari pemerintah berupa pembangunan infrastruktur serta revitalisasi lahan untuk meningkatkan daya dukung perkebunan sawit di Indonesia.

Sekjen Asosiasi Petani Kelapa Sawit Indonesia (Apkasindo) Asmar Arsyad menilai moratorium sawit merupakan aturan tendensius yang hanya ingin menunjukkan arogansi Kementerian LHK tanpa mempertimbangkan nasib jutaan petani sawit.

Tidak berbeda dengan moratorium gambut, kebijakan ini juga tidak mempunyai kajian akademis dan nalar yang benar.

Asmar juga mempertanyakan, asal usul kebijakan lahan pengganti (land swap) untuk kegiatan Hutan Tanaman Industri (HTI) yang luasnya mencapai ratusan ribu hektare.

"Dengan keterbatasan lahan saat ini, apakah kebijakan lahan pengganti berasal dari pelepasan kawasan atau dari lahan yang dimoratorium. Hal itu saja tidak jelas. KLHK Jangan asal membuat kebijakan. Aturan yang ditetapkan saat ini sudah terlalu banyak dan tidak mempunyai solusi apapun," tegas Asmar.

Sementara itu, Direktur Eksekutif Council of Palm Oil Producing Countries (CPOPC) Mahendra Siregar mengatakan, semua kebijakan termasuk moratorium sawit perlu mengacu pada "Sustainable Development Goals" (SDGs).

SDGs merupakan tujuan pembangunan berkelanjutan. Bagi negara berkembang seperti Indonesia aturan ini penting karena perlu keseimbangan pembangunan ekonomi, sosial, dan lingkungan sebelum menetapkan satu keputusan.

"Dalam SDGs, tujuan kesejahteraan bersama jadi prioritas melalui ketiga keseimbangan tersebut," ujarnya.