Pendapat Pakar Dibalik Maraknya Sengketa Merek

Oleh : Robert | Jumat, 05 Agustus 2016 - 00:36 WIB

INDUSTRY.co.id - Meskipun sudah ada ribuan kasus sengketa merek yang masuk ke pengadilan (PN, PT, Kasasi, hingga PK), namun peniruan dan imitasi merek masih terus saja terjadi. Terakhir, publik dijejali dengan sengketa merek berkepanjangan – melibatkan Gudang Garam (GG) Vs Gudang Baru (GB) – yang berlangsung di ranah perdata dan pidana. Kabar paling aktual, Mahkamah Agung akhirnya menolak Peninjauan Kembali yang diajukan GB. Pemilik GB pun tetap harus menjalani hukuman 10 bulan penjara.

Sebelumnya, ada banyak kasus sengketa merek yang umumnya melibatkan pemilik brand besar berhadapan dengan produsen (kecil) yang dituduh menjiplak atau meniru produk brand besar. Beberapa di antaranya bisa disebut: aki GS Yuasa Vs aki GiSi, biskuit Oreo Vs Oriorio, dan sebagainya. Mengapa kasus-kasus peniruan merek atau me too product masih terus terjadi? Belum lama ini, redaksi IndonesianIndustry.com  berbincang-bincang dengan pakar merek, Sukardi Arifin. Berikut petikannya:

Apa sebab kasus peniruan atau penjiplakan merek masih sering terjadi?

Dengan semakin banyaknya merek yang ada di pasaran saat ini, menyababkan memori konsumen semakin terbatas. Hanya merek-merek yang benar-benar kuat dan unik yang mampu bertahan di benak konsumen.

Kondisi ini memaksa para pemain baru, lebih memilih mendompleng merek yang sudah terkenal dibandingkan dengan harus membangun merek dari awal.

Seberapa penting sih pemilik brand besar membawa kasus peniruan ini ke pengadilan?

Merek adalah asset perusahaan yang tidak ternilai harganya. Banyak perusahaan yang memiliki Brand Value lebih tinggi dibandingkan dengan asset Valuenya.  Sehingga sangat wajar dan bahkan sangat diharuskan bagi setiap perusahaan untuk terus menjaga mereknya dari merek-merek ASPAL. Berapa banyak merek yang hilang dari pasaran, bukan karena Kualitas Produknya yang jelek, tapi karena terjadi kasus mereknya.

Dari perspektif marketing, bagaimana Bapak menjelaskan kekuatan dari sebuah merek?

Memang belum ada kajian yang mendalam dan terfokus terkait dampak yang ditimbulkan bagi BRAND LEADER dengan semakin banyaknya merek-merek TIRUAN.

Tapi menurut pandangan saya, dengan semakin banyaknya merek tiruan, akan berdampak Negatif kepada Brand Leader.

Mengapa demikian ?

Salah satu alasan bagi konsumen dalam menggunakan sebuah merek terkenal (Brand Leader) adalah faktor “kebanggaan”. Nah, faktor ini akan hilang dengan semakin banyaknya meerek-merek tiruan… seperti yang terjadi pada brand-brand untuk produk Fashion.

Yang menjadi persoalan, misalnya dalam kasus GG Vs GB, pihak GB merasa nyaman saja menjual produknya di pasar, karena produk mereka juga terdaftar (register) secara resmi di Kementerian Hukum dan HAM.

Siapa yang salah?

Memang masih rancu apa yang disebut dengan merek tiruan. Jelas saja GG berbeda dengan GB. Sangat jelas perbedaannya. Namun jika merek GB secara desain, pewarnaan dan sebagainya lebih dimirip-miripkan dengan merek GG… wajar jika merek GG melakukan pengaduan. Oleh karena itu, harus dibautkan aturan main yang jelas oleh badan HAKI yang mengurusi hal ini. Jangan sampai terkesan, yang lemah pasti dikalahkan oleh yang kuat.

Kalau masih tetap terjadi, lantas apa yang bisa dilakukan pemilik ekuitas merek untuk mencegah produknya ditiru?

Selama aturannya jelas, tentu tidak akan terjadi sengketa merek. Karena semua merek harus melalui mekanisme dan pendaftaran di Badan pemerintahan terkait.

Jika semua sudah Jelas dan sudah terkomunikasi dengan baik kepada para calon pemilik merek. Saya yakin tidak akan ada lagi sengketa merek.

Jika masih ada produsen yang nekat ataupun “NAKAL”, tinggal pemerintah menerapkan aturan denda yang berlaku dengan Tegas dan tanpa pandang bulu. (Robert)