Archandra Tahar Berencana Revisi Permen ESDM No 11 Tahun 2017

Oleh : Hariyanto | Selasa, 11 Juli 2017 - 15:46 WIB

INDUSTRY.co.id , Jakarta - Wakil Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM), Archandra Tahar mengatakan, harga gas di tingkat end user seharusnya dijadikan patokan dalam menentukan harga gas.

Untuk itu, Arcandra berencana merevisi Peraturan Menteri (Permen) ESDM No 11 Tahun 2017 tentang Pemanfaatan Gas Bumi Untuk Pembangkit Tenaga Listrik.

Rencana merombak beleid tersebut, lantaran belum dimasukkannya perhitungan biaya transportasi dan biaya regasifikasi dalam penggunaan LNG, baik domestik maupun impor.

"Konsepnya diubah, mana thresholdnya (batasan harga) harus berdasarkan harga di end user. Jadi harga akhir yang dibandingkan bukan harga landed price," kata Archandra di Gedung DPR, Jakarta, Senin (10/7/2017).

Archandra mengatakan, dalam pasal 9 Permen 11/2017 disebutkan bahwa PLN atau Badan Usaha Pembangkitan Tenaga Listrik, bisa menggunakan gas pipa dengan harga paling tinggi 11,5% dari harga ICP per MMBTU.

Selanjutnya, jika harga gas melebihi 11,5% dari ICP, maka mereka diperbolehkan untuk menggunakan gas alam cair (LNG) domestik.

Apabila harga gas pipa dan LNG domestik masih lebih tinggi dari 11,5% dari harga ICP, maka PLN atau badan usaha pembangkitan listrik dapat LNG sepanjang harga LNG impor tersebut paling tinggi 11,5% dari ICP/MMBTU.

Archandra meyakini, bila tidak direvisi PLN, ataupun badan usaha, tidak akan mau membeli gas dari manapun. Karena harganya dianggap mahal, baik LNG domestik, maupun impor.

Artinya, pembangunan pembangkit listrik tenaga gas (PLTG) di tanah air, bakalan seret lantaran masih mahalnya harga gas.

"Tidak dipakai juga nanti karena masih ada biaya transport dan regas harganya bisa jadi 11 koma sekian bahkan 12. Artinya PLN mau enggak? Ya ngga karena lebih mahal," ungkap Candra.