Keran Impor Kembali Dibuka, Industri Tekstil Nasional Terancam 'Gigit Jari'

Oleh : Ridwan | Selasa, 31 Mei 2022 - 14:45 WIB

INDUSTRY.co.id - Jakarta - Pertumbuhan industri tekstil dan produk tekstil (TPT) pada kuartal I tahun 2022 mampu tembus 12,45 persen (yoy).

Ketua Umum Asosiasi Produsen Serat dan Benang Filament Indonesia (APSyFI) Redma Gita Wirawasta menyebut bahwa capaian pertumbuhan industri TPT pada kuartal I-2022 utamanya didorong oleh penjualan dalam negeri yang meningkat tajam sebagai dampak momentum lebaran dan investasi baru dalam rangka penambahan kapasitas produksi dari hulu sampai hilir, selain ada tambahan dari neraca perdagangan yang kian membaik.

“Para pengusaha kembali berinvestasi menambah kapasitas usai serangkaian kebijakan pemerintah terkait pembatasan impor," kata Redma kepada INDUSTRY.co.id di Jakarta, Selasa (31/5).

Kinerja gemilang tersebut tidak lantas membuat para pemain di sektor TPT bisa tenang menghadapi kuartal berikutnya hingga akhir tahun. Pasalnya, ancaman produk impor baik yang legal maupun unprosedural mulai kembali membanjiri pasar dalam negeri.

Apalagi, setelah Kementerian Perdagangan (Kemendag) kembali membuka keran impor tekstil untuk importir umum (API-U) dengan alasan untuk bahan baku industri kecil dan menengah (IKM).

“Ini alasan yang agak aneh, karena selama tiga (3) kuartal terakhir telah terbukti bahwa industri dalam negeri sangat mampu mensuplai bahan baku untuk IKM dan puncaknya di Q1-2022 ketika permintaan naik, kami sangat mampu mensuplai bahan baku untuk IKM," jelasnya.

Ia menilai bahwa ada lobi importir yang berkepentingan dibalik pemberian izin impor ini.

“Ya impor sih boleh-boleh saja, tapi jangan hancurkan industri dalam negeri, suplai dalam negeri kan sudah terbukti mencukupi, kenapa harus impor?," ungkap Redma.

Kemudian Redma menjelaskan bahwa kebijakan ini menjadi kontra-produktif dengan upaya pemerintah dalam meningkatkan investasi dan memberikan lapangan pekerjaan untuk masyarakat.

“Kami sangat mengkhawatirkan kinerja sector ini di kuater 2 dan seterusnya, terlebih ada tekanan dari sisi biaya yaitu kenaikan bahan baku, kenaikan tarif listrik dan kenaikan PPN," pungkasnya.

Sebelumnya, Ketua Umum Asosiasi Pertekstilan Indonesia (API) Jawa Barat, Ian Syarif mengatakan bahwa sebagian besar barang impor yang beredar dipasar baik grosir maupun online melakukan penjualan tanpa pembayaran PPN sehingga produk dalam negeri kalah saing karena praktik unfair.

“Bagaimana bisa kami menaikan harga jual kalau banyak barang impor yang jual tanpa PPN” katanya.

Ian berharap agar pengawasan terhadap barang impor juga diperketan agar tercipta level playing field yang sama dipasar domestik.