Sri Mulyani: Selain Tidak Sehat, Rokok Bisa Bikin Masyarakat Jadi Miskin

Oleh : Candra Mata | Selasa, 14 Desember 2021 - 11:20 WIB

INDUSTRY.co.id - Jakarta, Pemerintah melalui Kementerian Keuangan resmi menetapkan kebijakan tarif cukai hasil tembakau (CHT) mulai 1 Januari 2022 dengan kenaikan rata-rata 12 persen. 

Menurut Menteri Keuangan (Menkeu) Sri Mulyani  kebijakan CHT merupakan salah satu instrumen peningkatan kualitas Sumber Daya Manusia (SDM) yang menjadi agenda krusial dalam upaya peningkatan produktivitas nasional.

Selain itu naiknya harga rokok akan turut membantu masyarakat miskin.

Pasalnya rokok telah menjadi pengeluaran kedua tertinggi masyarakat miskin di perkotaan dan perdesaan setelah konsumsi beras. 

Dimana dilihat dari total pengeluaran, konsumsi rokok mencapai 11,9 persen di perkotaan dan 11,24 persen di pedesaan. 

Angka tersebut lebih rendah dari konsumsi beras dan bahkan lebih tinggi dibandingkan pengeluaran untuk protein, seperti daging, telur, tempe, serta ikan.

Dengan kata lain rokok dapat menyebabkan masyarakat menjadi miskin.

"Sehingga rokok menjadikan masyarakat miskin. Harga sebungkus memang dibuat semakin tidak terjangkau bagi masyarakat miskin,” ujar Sri Mulyani secara daring dalam Press Statement Kebijakan Cukai sebagaimana dikutip redaksi INDUSTRY.co.id pada Selasa (14/12/2021).

Menurutnya, Presiden Jokowi juga telah merestui kebijakan kenaikan harga cukai tersebut.

“Hari ini Bapak Presiden telah menyetujui dan sesudah dilakukan rapat koordinasi di bawah Bapak Menko Perekonomian, kenaikan cukai rata-rata rokok adalah 12 persen. Tapi untuk Sigaret Kretek Tangan (SKT), Presiden meminta kenaikan 5 persen, jadi kita menetapkan 4,5 persen maksimum,” papar Menkeu 

Dalam paparannya, Ia menjelaskan pengenaan cukai ditujukan sebagai upaya pengendalian konsumsi sebagaimana diamanatkan Undang-Undang Cukai. 

Menurutnya, pemerintah terus berkomitmen melakukan pengendalian konsumsi rokok terutama menurunkan prevalensi merokok, khususnya di kalangan anak dan remaja. 

Tak hanya itu, menurutnya, kebijakan cukai tersebut juga telah mempertimbangkan dampak terhadap petani tembakau, pekerja, serta industri hasil tembakau secara keseluruhan.

“Kenaikan itu pun bukan hanya mempertimbangkan isu kesehatan, tetapi juga memperhatikan perlindungan buruh, petani, dan industri rokok,” ujar Menkeu.

Dari sisi kesehatan, rokok memicu risiko stunting pada anak dan bisa memperparah dampak kesehatan akibat Covid-19 atau 14 kali berisiko terkena Covid-19 dibandingkan dengan bukan perokok. 

Di samping menimbulkan kerugian jangka panjang bagi perekonomian, rokok juga berdampak langsung pada kenaikan biaya kesehatan.

"Ini membebani karena sebagian pasien Covid-19 ditanggung negara,” kata Menkeu.

Selain itu, kebijakan CHT juga bertujuan untuk mengendalikan tingkat konsumsi rokok di masyarakat, khususnya di kalangan anak-anak dan remaja. 

Dalam dokumen Rencana Pembangunan Jangka Menengah Nasional (RPJMN) 2020-2024, Pemerintah menargetkan prevalensi merokok anak Indonesia usia 10-18 tahun turun minimal menjadi 8,7 persen di tahun 2024.

"Kita mencoba menurunkan kembali prevalensi berdasarkan RPJMN untuk mencapai 8,7 turun dari 9,1 persen dari 2018," imbuhnya.

Adapun kenaikan tarif CHT turut mendukung program pembangunan nasional melalui penerimaan negara. Hal ini diundangkan dalam UU APBN 2022 sebesar Rp193 triliun. 

Selain itu, kebijakan CHT juga penting sebagai mitigasi atas dampak kebijakan yang berpotensi mendorong rokok ilegal.

“Semakin tinggi harga, semakin besar potensi terjadinya produksi rokok ilegal,” ujar Menkeu.

Asal tau saja, dengan kebijakan tersebut maka harga rokok dan harga jual eceran (HJE) di Januari 2022 akan mengalami penyesuaian, yakni sebagai berikut:

- SKM (sigaret kretek mesin) I naik 13,9% dengan tarif Rp 985, HJE per batang terendah Rp 1.905 dan per bungkus (20 batang) Rp 38.100.

- SKM IIA naik 12,1% dengan tarif Rp 600, HJE per batang terendah Rp 1.140 dan per bungkus Rp 22.800.

- SKM IIB naik 14,3% dengan tarif Rp 600, HJE per batang terendah Rp 1.140 dan per bungkus Rp 22.800.

- SPM (sigaret putih mesin) I naik 13,9% dengan tarif Rp 1.065, HJE per batang terendah Rp 2.005 dan per bungkus Rp 40.100.

- SPM IIA naik 12,4% dengan tarif Rp 635, HJE per batang terendah Rp 1.135 dan per bungkus Rp 22.700.

- SPM IIB naik 14,4% dengan tarif Rp 635, HJE per batang terendah Rp 1.135 dan per bungkus Rp 22.700.

- SKT (sigaret kretek tangan) IA naik 3,5% dengan tarif Rp 440, HJE per batang terendah Rp 1.635 dan per bungkus Rp 32.700.

- SKT IB naik 4,5% dengan tarif Rp 345, HJE per batang terendah Rp 1.135 dan per bungkus Rp 22.700.

- SKT II naik 2,5% dengan tarif Rp 205, HJE per batang terendah Rp 600 dan per bungkus Rp 12.000.

- SKT III naik 4,5% dengan tarif Rp 115, HJE per batang terendah Rp 505 dan per bungkus Rp 10.100.