Penerapan Kebijakan Raskin Dengan Sistem Tunai Melemahkan Fungsi Bulog

Oleh : Ridwan | Selasa, 30 Mei 2017 - 10:01 WIB

INDUSTRY.co.id - Jakarta, Sistem pemberian Raskin (Beras Miskin) yang selama ini diserahkan dalam bentuk fisik rencananya akan diubah menjadi pemberian secara tunai berupa uang atau voucher yang kemudian Rumah Tangga Sasaran (RTS) bisa membeli ditempat yang telah ditentukan.

Menanggapi hal itu, Perhimpunan Ekonomi Pertanian Indonesia (PERHEPI) menilai, kebijakan ini menegaskan bahwa pemerintah mengambil langkah strategis dengan memisahkan penanganan perlindungan sosial dan penanganan stabilisasi harga pangan, perlindungan petani dan kebijakan pangan secara keseluruhan.

"Dalam sepuluh tahun terakhir kebutuhan atas RTS makin besar karena inflasi dan lainnya. Demand sidenya juga jauh lebih kuat dalam sepuluh tahun terakhir. ungkap Ketua PERHEPI, Bayu Krisnamurthi seusai acara FGD di Hotel Bidakara, Jakarta (29/5/2017).

Menurut Bayu, harus ada beberapa antisipasi untuk penerapan sistem tunai tersebut antara lain, antisipasi terhadap implikasi dari kebijakan ini atas keuangan negara. "karena tadinya proses Raskin itu dilaksanakan dulu oleh Bulog dengan dana komersial dan kemudian baru diverifikasi, kemudian pemerintah membayar setelah proses verifikasi keluar. tapi kalau ini bentuknya adalah transfer tunai maka harus ada pengeluaran negara langsung kepada kelompok rumah tangga penerima manfaat itu, bukan sesuatu yg bisa ditunda seperti pengeluaran," ucapnya.

Perlu diketahui, sampai dengan akhir tahun secara fisik stok Bulog berjumlah antara 1-1,2 juta ton atau kurang lebih sekitar Rp9 triliun, sementara untuk subsidi Bulog sebesar Rp18 triliun. "Dengan sistem pemberian secara tunai justru akan memperlemah fungsi Bulog dalam mempertahankan stok. Kalau ini sudah diantisipasi, Habislah fungsi Bulog," terangnya.

Ia menegaskan, perlu adanya monitoring, pendalaman, pengkajian terhadap perlindungan program sosial itu sendiri. Apakah memang itu seperti yang diharapkan, apakah benar-benar terjadi peningkatan konsumsi yang sehat seperti yang ada sekarang atau justru bisa menimbulkan masalah-masalah baru.

Selain itu, lanjut Bayu, yang juga harus diantisipasi adalah bagaimana kebijakan stabilisasi harga pangan, perlindungan petani dan kebijakan umum ketahanan dan kedaulatan pangan kita sendiri. "karena tadinya kerangka dasar adalah peningkatan produksi, amankan harganya, dengan amankan harga petani bisa sejahtera. Tetapi sekarang dengan ini tidak ada, sekarang bagaimana kerangka besarnya untuk kedepan," imbuhnya.

PERHEPI berharap, dengan penerapan sistem ini, tidak menggangu stabilisasi harga pangan dan perlindungan terhadap petani. "karena kedua hal inilah yang menjadi fokus perhatian kami," tutup Bayu.