Ini Jeritan Petani Terhadap Harga Eceran Tertinggi Beras, Hanya Untungkan Pedagang?

Oleh : Wiyanto | Jumat, 27 Agustus 2021 - 07:06 WIB

INDUSTRY.co.id-Jakarta – Pemerintah melalui Kementerian Perdagangan (Kemendag) membuat kebijakan Peraturan Menteri Perdagangan Nomor 24 tahun 2020 Tentang Penetapan Harga Pembelian Untuk Gabah atau Beras. Atas perubahan Permendag 57/2017 Tentang Penetapan Harga Eceran Tertinggi/HET Beras.

Untuk mencapai stabilitas harga beras, Ekonom Senior Universitas Indonesia Faisal Basri mengatakan, pasar tidak boleh membelenggu tetapi diatur secara internal. Pasalnya pemerintah tidak melakukan perannya sendiri dan tidak mau keluar ongkos untuk stabilisasi harga. Bahkan tidak ada sedikitpun pemerintah mensubsidi untuk stabilisasi harga yang seharusnya ada ongkosnya melalui APBN.

kata Faisal, stabilisasi harga adalah misi ekonomi dan sosial tapi Bulog untuk pengadaan beras menggunakan pinjaman komersial. Pemerintah menginginkan harga tidak naik agar inflasi tidak melonjak, jika kaidah-kaidah rasional ditinggalkan maka pasar akan bereaksi negatif yaitu mendistorsi.

Sehingga muncullah Satgas Pangan yaitu melakukan razia dan penangkapan. Selama ini peran Bulog hanya ke hulu, seharusnya Bulog diperankan masuk ke hilir untuk mengimbangi agar bulog tidak rugi dan seharusnya persoalan ini diperhitungkan juga oleh pemerintah.

“Kita harus konsisten apakah Bulog lembaga stabilisasi, jika lembaga stabilisasi seharusnya dia kasih ongkos stabilisasi. Kemudian berlakukan harga itu sebagai internal pemerintah untuk early warning system melakukan tindakan,” sarannya.

Peneliti INDEF Rusli Abdullah mengatakan, HET tercapai seperti pupuk jadi pemerintah subsidi kepada petani. HET hanya melindungi konsumen tetapi petani dibiarkan loss. Buktinya adanya margin yang besar oleh pedagang beras, justru petani hanya menerima harga stagnan. Jadi petani tidak bisa menikmati fluktuasi harga yang terjadi di pasar.

HET dibutuhkan hanya mengatur beras medium karena bersentuhan banyak dengan masyarakat kelas menengah kebawah. Kalau orang kaya tidak masalah karena banyak uang mau harga naik dan turun mereka tidak jadi masalah. Bersamaan dengan itu, petani harus mendapatkan harga yang fair, tapi bagaimana rantai distribusi harus di cut termasuk tengkulak. Jika perlu petani harus dikasih jalan untuk akses langsung konsumen.

Pengamat pangan, Tito Pranolo mengatakan, HET muncul tahun 2017 sehingga terjadi perubahan besar dalam perhitungan data beras sehingga tahun 2018 terjadi koreksi produksi beras sampai 30%. Sepanjang tahun 2017 informasi beras kontradiktif. “Dampak ke penggilingan sudah waktunya kita Kembali falsafah dari HET kita rubah Kembali masukkan menjadi ceiling price, jadi bukan sebagai harga eceran tertinggi tetapi sebagai reference price saja,” terangnya.

HET menekan harga gabah Petani Sementara, Ketua Umum Persatuan Pengusaha Penggilingan Padi dan Beras (PERPADI) menyampaikan tahun 2015 Raskin dikurangi BPNT mulai dikurangi sehingga peranan BULOG semakin mengecil.

Pengadaan dalam negeri BULOG rata-rata bisa mencapai 2,2 juta ton jika dirata-ratakan selama 10 tahun. Namun sebelum tahun 2015 cenderung pengadaan lebih tinggi kemudian impor dilakukan rata-rata kira-kira 732 ribu ton. Kemudian stok bervariasi sampai 1 juta ton. “Kemudian terdapat selisih harga antara beras premium dengan beras medium di lain pihak perbedaan secara teknis tidak terlalu signifikan,” ujarnya.

Kebijakan pemerintah mengenai perberasan mengalami beberapa kali perubahan sejak tahun 2015. Salah satunya kebijakan HET beras yang berdasarkan kualitas beras dan wilayah. HET dapat membatasi kenaikan harga beras premium secara efektif, namun di lapangan HET beras medium cenderung tidak terpenuhi. Terutama pada saat harga gabah meningkat dan pada akhirnya akan menekan harga gabah.

Dengan tidak terpenuhinya HET beras medium yang diproduksi umumnya oleh penggilingan padi kecil, berdampak terhadap eksistensi penggilingan padi kecil. Revitalisasi PP kecil menjadi suatu keharusan. Stabilisasi harga beras tidak cukup hanya dengan penerapan kebijakan HET semata, namun kebijakan penyediaan stok oleh pemerintah untuk operasi pasar pada saat kekurangan pasokan sangat diperlukan.

Perlindungan bagi petani penting pengaturan perberasan di masa akan datang hingga 25 tahun kedepan. Supaya petani tidak dirugikan dan dapat bergairah dalam berusaha untuk menanam padi. Apa yang dilakukan pemerintah tidak fleksibel dalam menentukan harga, tapi pemerintah lamban bereaksi. “Jika harga pasar diganggu dia akan beraksi secara negatif, ada penimbunan dan spekulasi. Kita butuh badan pangan yang strong di pasar. Sedangkan Bulog tidak mau beli karena dananya terbatas, kalau beli dia rugi,” ujarnya.

Ia memaparkan, BPN dibentuk desain awal semacam super body karena mengurusi hulu hingga hilir pangan untuk rakyat. Yaitu ketahanan pangan, keamanan pangan dan kedaulatan pangan. Mulai dari produksi, distribusi, konsumsi, harga hingga persoalan stunting. Tetapi, mengusik kewenangan sejumlah kementerian, terutama yang sarat dengan vested interestatau praktik pemburu rente (rent seeking). Busuk di tengah jalan, akhirnya isi Perpres membuat kewenangan BPN dipreteli tidak bertaring.

“Jadi kita tidak punya harapan lagi dari BPN ini. Mirip pada kebijakan saja tapi yang melaksanakan Bulog, sama saja seperti sekarang. Jadi kita harus terus teriak, harus semakin nyaring untuk kepentingan petani rakyat,” tegasnya.