Disuntik Investasi USD 1,7 Miliar, Chandra Asri Siap Bangun Kompleks Petrokimia Terintegrasi Terbesar Kedua di Indonesia

Oleh : Ridwan | Selasa, 10 Agustus 2021 - 19:30 WIB

INDUSTRY.co.id - Jakarta - PT Chandra Asri Petrochemical Tbk (CAP) memastikan proyek pabrik baru Chandra Asri Perkasa (CAP) 2 terus berjalan.

Hal tersebut dipastikan setelah perseroan secara resmi memilih Thai Oil Public Company Limited (Thaioil), kilang Refinery unggulan dari PTT Public Company Limited (PTT) sebagai imvestor strategis setelah melalui proses seleksi yang sangat ketat.

CAP dan Thaioil telah menandatangani perjanjian-perjanjian definitif untuk dilanjutkan ke penambahan modal di CAP melalui Penawaran Umum Terbatas yang akan diajukan ke Otoritas Jasa Keuangan (OJK). 

Investasi di CAP akan dilakukan melalui anak perusahaan yang ditunjuk oleh Thaioil yang akan bertindak sebagai standby buyer untuk menjamin keberhasilan transaksi ini.

Dengan adanya kerja sama tersebut, total CAP akan menerima investasi sebesar 1,7 miliar dollar AS atau setara Rp 24,6 triliun (asumsi kurs Rp 14.500 per dollar AS).

Direktur Sumber daya Manusia dan Urusan Korporat sekaligus Sekretaris Perusahaan Chandra Asri Suryandi dalam konferensi pers yang dilakukan secara virtual, Selasa (10/8) menyampaikan bahwa pemegang saham utama CAP, PT. Barito Pacific., Tbk dan SCG Chemicals Co., Ltd. (SCG Chemicals), mendukung penuh aksi korporasi ini untuk menyuntikkan ekuitas ke CAP.  

"Hasil bersih yang diperoleh akan digunakan untuk pengembangan dan pembangunan kompleks petrokimia terintegrasi, CAP2 yang akan terdiri daricunir cracker, polymerized olefins serta fasilitas utilisasi terkait," kata Suryandi.

Pelaksanaan investasi akan dilakukan melalui skema right issue, dimana Thaioil akan berinvestasi 1,3 miliar dollar AS untuk memperoleh 15 persen kepemilikan saham CAP.

Sementara itu SCG Chemicals, sebagai salah satu pemegang saham utama CAP akan mempertahankan sekitar 30,57 persen dari kepemilikan saham CAP.

"Transaksi ini masih mensyaratkan persetujuan regulator yang berlaku, termasuk dari OJK dan diharapkan selesai selambat-lambatnya 30 September 2021. Hal ini akan menjadi salah satu right issue terbesar yang pernah dilakukan di BEI," tuturnya.

Sementara itu, Presiden Direktur & Chief Executive Officer Chandra Asri, Erwin Ciputra dalam keterangan resminya mengaakan, ini merupakan momentum yang luar biasa bagi perseroan.

"Hasil dari right issue akan secara signifikan meningkatkan rencana kami untuk mengembangkan kompleks petrokimia kedua kami, seiring dengan langkah perseroan untuk mempercepat pengambilan FID pada tahun 2022," kata Erwin.

"Ini adalah bagian dari strategi inti kami untuk memberikan pertumbuhan transformasi dalam melayani kebutuhan Indonesia dalam mengembangkan industri petrokimia dalam negeri," sambungnya.

Dijelaskan Erwin, strategi tersebut sejalan dengan seruan Presiden Joko Widodo untuk mempromosikan kemandirian dan substitusi impor.

"Kami senang memiliki Thaioil, kilang terbesar di Thailand sebagai mitra pertumbuhan kami, yang meningkatkan keamanan pasokan bahan baku  dan memperkuat posisi kami sebagai perusahaan petrokimia terkemuka dan menjadi pilihan di Indonesia," papar Erwin.

Presiden & Chief Executive Officer Thaioil Wirat Uanarumit merasa senang dapat merampungkan proses kemitraan dengan CAP untuk dapat berkontribusi dalam pengembangan dan pembangunan kompleks petrokimia CAP2.

Dikatakan Wirat, kemitraan ini juga akan bersinergi dengan  kolaborasi komersial antara CAP dan Thaioil dimana Thaioil dapat memasok nafta untuk CAP dari Clean Fuel Project (CFP) senilai USD 4,8 miliar yang dijadwalkan akan selesai pada tahun 2023.

"Kami berharap dapat bekerja sama dengan CAP untuk bersama-sama mengembangkan bisnis secara berkelanjutan dan menguntungkan di masa depan," katanya.

Investasi di CAP2 diproyeksikan sekitar USD 5 miliar. Konstruksi diperkirakan akan memakan waktu 4 sampai 5 tahun dengan menciptakan 25.000 lapangan pekerjaan selama periode tersebut.

Dengan beroperasinya CAP2 akan menggandakan kapasitas produksi Perseroan dari saat ini 4,2 juta ton per tahun menjadi lebih dari 8 juta ton per tahun.

Hal ini akan membantu memenuhi pertumbuhan permintaan domestik Indonesia yang terus meningkat, mengurangi ketergantungan impor, mengembangkan industri petrokimia hilir lokal, mendukung visi pemerintah untuk Industri 4.0, dan menciptakan karir jangka panjang yang bernilai tinggi.