BI: Peringkat S&P Pacu Investasi Substitusi Impor

Oleh : Herry Barus | Selasa, 23 Mei 2017 - 08:53 WIB

INDUSTRY.co.id - Jakarta - Gubernur Bank Indonesia Agus Martowardojo mengharapkan peringkat "investment grade" dari lembaga pemeringkat internasional Standard and Poor's dapat menarik lebih banyak investasi langsung, khususnya investasi sektor produksi yang selama ini barang modalnya masih dipasok dari impor.

Salah satu sektor produksi tersebut adalah manufaktur agar barang modal industri dapat diproduksi di dalam negeri.

"Kami harapkan lebih banyak masuk untuk industrialisasi, sehingga dapat meningkatkan serapan tenaga kerja," kata Agus di Kantor Pusat BI di Jakarta, Senin (22/5/2017)

Agus mengatakan peringkat layak investasi (investment grade) dari S&P semakin menegaskan posisi Indonesia, setelah sebelumnya dua lembaga internasional lainnya Fitch dan Moody' Service juga memberikan peringkat "investment grade".

Dampak yang akan segera terasa, lanjut Agus, adalah derasnya aliran investasi, baik investasi portofolio dan investasi langsung. Untuk investasi modal asing (capital outflow) sejak Januari hingga awal Mei 2017 sudah masuk Rp105 triliun.

Apalagi, lanjut Agus, perbaikan iklim investasi juga telah dibantu dengan reformasi struktural perekonomian yang sedang dijalankan pemerintah.

"Sektor riil juga sedang dibenahi oleh pemerintah. Selain itu, kepercayaan investor juga meningkat dengan reformasi anggaran fiskal (APBN) pemerintah," ujar dia.

Selain meningkatkan investasi, kata Agus, kenaikan peringkat S&P ini juga akan menurunkan beban biaya dana pemerintah (cost of borrowing) dalam menarik pendanaan. Contohnya, imbal hasil yang ditawarkan pemerintah melalui obligasinya dapat menurun karena Indonesia memperoleh kenaikan peringkat.

Pada Jumat akhir pekan lalu, S&P menaikkan peringkat surat utang Indonesia menjadi layak investasi (investment grade) dengan tingkat BBB- dari sebelumnya BB+, dan berprospek stabil (stable).

Penaikan peringkat utang Indonesia tersebut, di antaranya, karena berkurangnya risiko fiskal seiring lebih realistisnya postur anggaran pemerintah. S&P mengatakan dengan postur anggaran fiskal yang lebih realistis, maka potensi pelebaran defisit anggaran dapat menurun secara signifikan.

"Langkah ini juga dapat mengurangi risiko peningkatan rasio utang pemerintah dan beban pembayaran bunga," tulis S&P dalam kajiannya.

S&P juga mempertimbangkan rasio utang Indonesia terhadap PDB yang berada dalam level moderat di kisaran 30 persen.