Indonesia Banjir Impor Produk TPT Dari China Hingga Thailand, INDEF Beberkan Tiga Pemicu Utama

Oleh : Hariyanto | Jumat, 23 April 2021 - 12:28 WIB

INDUSTRY.co.id - Jakarta - Beberapa tahun terakhir Indonesia terus mengalami tren peningkatan impor tekstil dan produk tekstil (TPT) yang cukup signifikan. Mulai tahun 2015, Indonesia mengimpor hingga USD 7,98 miliar TPT dari berbagai negara. 

Angka tersebut perlahan naik pada 2016 menjadi USD 8,16 miliar dan 2017 menjadi USD 8,80 miliar. Kemudian, lonjakan terjadi pada tahun 2018 menjadi USD 10,02 miliar lalu turun tipis menjadi USD 9,38 miliar pada 2019, dan menjadi USD 7,20 miliar pada 2020. 

Sementara itu pada sisi ekspor produk TPT tanah air justru mengalami perlambatan. Pada 2019, ekspor TPT Indonesia turun dari USD 13,22 miliar menjadi USD 12,83 miliar, dan turun lebih dalam di 2020 menjadi USD10,55 miliar. 

Perlambatan pertumbuhan ini terus berlanjut sampai kuartal I-2021. Jika dilihat lebih rinci yaitu dari pertumbuhan nilai bulanannya, impor TPT terus mengalami peningkatan dibanding ekspornya.

"Di sisi nilai ekspor dan impor kita kalau dibandingkan, nilai ekspor itu relatif turun, tapi nilai impornya justru mengalami peningkatan yang signifikan, kalau kita lihat data per bulan (2020) terus mengalami lonjakan," ujar Ekonom Senior Institute for Development of Economics and Finance (INDEF) Enny Sri Hartati, Rabu (22/4/2021).

Enny menjelaskan, ada beberapa faktor yang menjadi pemicu meningkatnya impor TPT di Indonesia. Pertama, Indonesia yang merupakan negara dengan populasi terbesar keempat di dunia dengan jumlah penduduk 270 juta jiwa menjadi target pasar tekstil berbagai negara terutama produsen TPT dunia.

Salah satunya China yang pada tahun 2019 menguasai 31,85% total ekspor TPT dunia senilai USD 260 miliar. Tak heran, jika China juga lah yang menjadi negara yang paling banyak mengimpor TPT ke Indonesia yang kemudian disusul oleh Thailand.

"Tren peningkatan impor yang mengalami peningkatan sangat signifikan justru di produk-produk TPT atau pakaian jadi," lanjut Enny.

Pakaian jadi yang dimaksud seperti baju atasan kasual dan formal, bawahan, terusan, outwear, headwear, pakaian bayi, bahkan berbagai produk muslim juga justru banyak yang impor seperti gamis, baju koko hingga hijab.

Kemudian, lanjut Enny, pemicu kedua Enny yang menyebabkan impor TPT meningkat adalah masalah regulasinya yang dinilai masih pro impor terutama bahan jadi.

"Misalnya di bahan baku tekstil, pemerintah memang sudah melakukan yang namanya safeguard atau pengamanan tambahan tarif, tambahan dengan pengenaan safeguard, tentu ini data mengenai pertumbuhan daya tarif investasi ke hulu meningkat karena safeguard untuk industri hulu, sementara di sisi hilirnya tidak terdapat pengamanan sama sekali bahkan untuk impor yang kita sudah meratifikasi FTA seperti dari China, Thailand, Vietnam itu nol persen," tuturnya. 

Pemicu ketiga soal investasi. Pengamanan yang kurang pada sisi hilir memicu sentimen buruk pada investasi. Akhirnya, realisasi investasi pada sisi hilir atau pakaian masih rendah. Hal ini nantinya bisa menimbulkan masalah baru yaitu bisa menggerus IKM TPT sekaligus tenaga kerja di dalamnya.

"Bonus demografi Indonesia mestinya dapat dimanfaatkan untuk meningkatkan devisa negara melalui perlindungan pasar dalam negeri dari impor yang berlebihan. Hal ini akan memberi kepastian pasar bagi industri TPT dalam negeri, khususnya IKM, karena pasar dalam negeri merupakan pangsa pasar utama bagi IKM," imbuhnya.