Pilpres 2024 berpeluang 3 pasangan Capres

Oleh : Wempy Hadir, Peneliti Indopolling Network | Selasa, 02 Maret 2021 - 08:28 WIB

INDUSTRY.co.id, Oleh: Wempy Hadir, Peneliti Indopolling Network-Pertemuan ketua umum Golkar Airlangga Hartarto dengan ketua umum Nasdem Surya Paloh pada 01 Maret 2021 bisa menjadi pembicaraan awal menuju koalisi pilpres 2024. Apalagi pembicaraan kedua tokoh tersebut membahas terkait konvensi capres 2024 yang akan dilakukan oleh kedua partai. 

Jika konvensi berhasil dilakukan, maka posisi calon wakil presiden akan diberikan kepada partai Golkar. Sebagai ketua umum, Airlangga Hartanto mempunyai privilege untuk menjadi cawapres. Tinggal menunggu hasil konvensi capres nanti jatuh ke siapa. 

Secara elektoral, Golkar dan Nasdem mempunyai kekuatan 25, 4 persen kursi DPR RI. Jika PKS juga akan ikut bergabung, maka secara elektoral poros ini mempunyai 34, 1 persen kursi DPR RI. Itu artinya mereka sudah layak secara undang-undang untuk mengusung paket capres dan cawapres pada pilpres 2024 nanti. 

Poros yang kedua adalah Poros PDIP-Gerindra. Poros PDIP-Gerindra merupakan poros yang mempunyai kekuatan yang signifikan. Apalagi kedua partai ini merupakan rulling party. Dengan demikian mempunyai sumber daya kekuasaan yang sangat berpengaruh untuk memenangkan pilpres 2024. Bisa saja partai PKB akan bergabung dengan poros ini. Dengan demikian, secara elektoral perolehan kursi DPR RI untuk poros ini adalab 45,92 persen. Angka sudah sangat layak untuk mengusung capres dan cawapres pada pilpres 2024 nanti. Bahkan PDI Perjuangan sendiri sesungguhnya tanpa harus berkoalisi pun bisa mengusung capres dan cawapres sendiri karena mempunyai kursi DPR RI sekitar 22,26 persen. 

Sementara poros ketiga adalah poros Demokrat yang mungkin saja akan menggandeng PAN dan PPP. Dengan demikian poros ini bisa mengusung capres dengan cawapres sebab secara elektoral mereka mempunyai perolehan kursi DPR RI sekitar 20,34 persen. 

Namun pilpres masih jauh, bisa saja apa yang dilakukan oleh Nasdem dan Golkar hanyalah manuver politik semata untuk menaikan posisi tawar mereka dalam koalisi yang ada hari ini. Apalagi kedua partai tersebut merupakan mitra koalisi pemerintah saat ini. Jadi menurut saya rencana koalisi yang dibangun masih sangat rapuh ditengah partai masih membutuhkan posisi kekuasaan dalam kabinet Jokowi-Maruf Amin. 

Terbukti dalam pembahasan RUU Pemilu, awalnya Nasdem dan Golkar getol mendorong revisi, tapi dalam perjalanan setelah dilakukan komunikasi dengan presiden Jokowi, semua berbalik arah. Bisa saja pembahasan konvensi dan koalisi Nasdem-Golkar akan bubar di tengah jalan jika tidak kuat menghadapi dampak politis dari koalisi yang dibangun terlalu dini tersebut. Bisa saja Jokowi akan merapihkan kembali kabinetnya dan membuang partai-partai yang tidak sejalab lagi menuju 2024. Jika itu yang terjadi, maka Nasdem dan Golkar perlu bekerja keras untuk melakukan konsolidasi politik.