Soal Kedelai Mahal, Buwas: Ada Lingkaran Setan yang Sulit Dibasmi

Oleh : kormen barus | Jumat, 05 Februari 2021 - 11:59 WIB

INDUSTRY.co.id, Jakarta -Harga kedelai yang dibeli oleh para perajin tahu dan tempe dari para importir mengalami kenaikan drastis sejak tahun 2020. Normalnya, harga kedelai ada di kisaran Rp 6.100-6.500 per kilogram (Kg) per Maret-April 2020 lalu. Menurut catatan Kementerian Perdagangan (Kemendag), pada bulan Februari ini harga kedelai di tingkat produsen tahu dan tempe akan menyentuh Rp 9.500/Kg. Hal itu membuat harga tahu dan tempe di dalam negeri ikut naik.

Berdasarkan catatan Kemendag, harga kedelai impor memang naik diakibatkan gangguan cuaca La Nina di Latin Amerika yang merupakan produsen kedelai. Selain itu, ada aksi mogok pekerja logistik dan distribusi di Argentina menghambat proses pengiriman. Lalu, tingginya permintaan kedelai dari China juga menyebabkan harga naik.

Namun, menurut Direktur Utama Perum Bulog Budi Waseso alias Buwas, harga kedelai impor naik juga disebabkan oleh lingkaran setan kartel-kartel importir.

"Kalau kita bicara bagaimana masalah jagung atau kedelai? Ya itu akar masalahnya, ada lingkaran setan yang sulit kita basmi kecuali bersama-sama," kata Buwas dalam konferensi pers virtual, Rabu (3/2/2021), seperti dikutip dari detik.com.

Buwas mengatakan, jalur distribusi kedelai yang berlapis-lapis membuat ongkos pengiriman kedelai menjadi mahal, dan akhirnya dibebankan kepada masyarakat.

"Kenapa bisa mahal? Teman-teman bisa lihat, akar masalahnya karena kartel terlalu banyak, birokrasi terlalu panjang. Satu ke satu semua pakai biaya yang kita istilahkan ini satu wujud korupsi sebenarnya. Tapi hasil atau beban korupsi dibebankan ke masyarakat/konsumen," imbuh dia.

Bulog sendiri sebenarnya punya tugas menjaga ketersediaan dan stabilisasi harga kedelai seperti yang tertuang dalam Peraturan Presiden (Perpres) Nomor 48 Tahun 2016 tentang Penugasan Kepada Perum BULOG Dalam Rangka Ketahanan Pangan Nasional. Namun, menurut Buwas hingga saat ini pihaknya tak bisa menjalankan tugas tersebut, terutama untuk impor kedelai.

Ia mengaku, dirinya juga seringkali ditanyakan oleh para perajin tahu dan tempe terkait impor kedelai yang selama ini selalu dilakukan oleh importir swasta.

"Kalau secara regulasi harusnya Bulog yang punya kewenangan, padi, jagung, kedelai. Bahkan asosiasi perajin tahu dan tempe sudah ketemu saya berkali-kali. Pak Dirut kenapa tidak impor kedelai sehingga kita ini betul-betul dinaungi dan terjamin untuk produksi tahu dan tempe di seluruh Indonesia? Saya bilang maunya juga gitu, persoalannya saya tidak bisa impor kecuali ada penugasan. Nah mereka baru tahu itu bahwa Bulog tidak bisa otomatis impor, meski secara regulasi beras, jagung, kedelai itu kewenangan Bulog," terangnya.

Buwas berpendapatan, persoalan impor kedelai ini seharusnya ditangani oleh badan yang berkepentingan untuk masyarakat. Dengan cara itu, maka kedelai bisa dibeli dengan harga terjangkau.

"Kalau dulu pribadi harapannya sudahlah ditangani oleh badan tertentu yang betul-betul punya integritas, punya kepentingan untuk bangsa dan negara, untuk masyarakat," pungkasnya.