Waduh! Proyek Smelter Freeport Senilai Rp52 Triliun Baru Jalan 6%, Alex DPR 'Geleng-geleng': Feasibility Studies-nya Bikin Saya Bingung...

Oleh : Candra Mata | Sabtu, 30 Januari 2021 - 12:24 WIB

INDUSTRY.co.id - Jakarta, Wakil Ketua Komisi VII DPR RI Alex Noerdin saat mengunjungi PT Smelting Gresik di Jawa Timur beberapa waktu lalu menilai studi kelayakan (FS) pembangunan Smelter PT Freeport Indonesia di Gresik membingungkan.

Pasalnya, masih ada silang pendapat terhadap progres pembangunan smelter yang direncanakan pemerintah dapat rampung pada 2013 mendatang. 

Menurutnya, hingga saat ini proyek tersebut progresnya baru 6 persen, sejak dimulainya pembangunan pada 2018 lalu.

"Dari hasil pembicaraan antara Anggota DPR dapil Papua, Dirjen Minerba dan pihak Freeport bikin saya bingung, terlihat sekali bahwa feasibility studies kita tidak bagus dan tidak terencana dengan benar," kata Alex dalam keterangan tertulis yang diterima redaksi Industry.co.id pada Sabtu (30/1/2021).

"Mari kita buat FS nya yang diikuti oleh berbagai macam pihak, sehingga semua pihak bisa terima," tegasnya.

Politisi Golkar ini mengakui mandeknya progres pembangunan smelter freeport ini juga lantaran adanya efek pandemi. 

Meskipun demikian, ia berharap pihak-pihak yang bersinggungan dengan pembangunan smelter itu, harus tetap berkomitmen proyek ini akan selesai sesuai perjanjian dengan pemerintah yang menargetkan bisa beroperasi pada kuartal IV 2023.

Sementara itu, Vice President Hubungan Pemerintah dan Pengembangan Smelter Harry Panca Sakti menyatakan, progres pembangunan smelter freeport masih on the track.

Adapun terkait pencapaian masih 6 persen, itu menurutnya lebih karena terdampak pandemi Covid-19, yang membuat pasokan bahan baku pembangunan smelter dari Kanada, Finlandia, maupun Jepang terhambat.

"Kita sudah sampaikan kepada pemerintah rencana lain yang mengakomodir karena terdampak pandemi, sekaligus memitigasi. Sebetulnya keuntungan itu di tambang, bukannya di smelter. Karena investasi yang dikeluarkan untuk bangun smelter itu membutuhkan investasi hingga 3 miliar dolar AS atau sekitar Rp 52 triliun, sedangkan potensi profit cuma 5-10 persen. Jadi kalau bangunnya pinjam duit dari bank, ini memang proyek yang tidak bagus," jelasnya.

Di sisi lain, Dirjen Minerba Kementerian ESDM Ridwan Djamaluddin mengatakan, pihaknya sedang mengevaluasi karena biaya untuk membangun smelter tidak sampai 3 miliar dolar AS atau sekitar Rp 52 triliun  seperti yang dikatakan pihak Freeport. 

Dengan teknologi yang sama, menurutnya biaya pembangunan smelter bisa lebih murah. 

"Tentunya evaluasi ini kami libatkan Freeport serta para pakar, mudah-mudahan nanti biayanya akan lebih murah. Karena kalau murah, kan Freeport juga senang, biaya bisa di tekan. Kemudian tadi Freeport mengatakan dengan membangun smelter, Freeport akan tekor Rp 300 juta per tahun akan juga kami evaluasi, tapi rasanya kalau sampai rugi, smelter di dunia akan tutup," terangya.

Selain itu, perlu diketahui bersama, penjualan tahun 2020 PT. Freeport  Indonesia itu sekitar 3,4 miliar dolar AS. 

Dengan demikian seandainya mau bangun Smelter dengan nilai 3 miliar dolar AS, setahun saja mestinya proyek tersebut bisa selesai.