IPW Desak Pembentukan Tim Pencari Fakta Terbunuhnya Enam Anggota FPI

Oleh : Herry Barus | Selasa, 08 Desember 2020 - 08:10 WIB

INDUSTRY.co.id - Jakarta-  Ind Police Watch (IPW) mendesak agar segera dibentuk  Tim Pencari Fakta Independen untuk mengungkapkan, apa yg terjadi sebenarnya. Sebab antara versi Polri dan versi FPI sangat jauh berbeda penjelasannya.

“Polri mengatakan, anggotanya ditembak Laskar Khusus FPI yang mengawal Rizieq. Apakah benar bahwa Laskar FPI itu membawa senjata dan menembak polisi? Agar kasus ini terang benderang anggota Polri yg terlibat perlu diamankan terlebihdahulu untuk dilakukan pemeriksaan. Sebab menurut Siaran Pers FPI, rombongan Rizieq lah yang lebih dulu dihadangan sekelompok orang yang berpakaian sipil, sehingga mereka menduga akan dirampok orang tak dikenal di jalan tol, “ ujar Neta S Pane Ketua Presidium Ind Police Watch.

Dalam kasus Cikampek ini muncul sejumlah pertanyaan. Pertama, jika benar FPI mempunyai laskar khusus yang bersenjata, kenapa Baintelkam tidak tahu dan tidak melakukan deteksi dan antisipasi dini serta tidak melakukan operasi persuasif untuk "melumpuhkannya".

Kedua, apakah penghadangan terhadap rombongan Rizieq di KM 50 Tol Cikampek arah Karawang Timur itu sudah sesuai SOP, mengingat polisi penghadang mengenakan mobil dan pakaian preman.

Ketiga, jika Polri menyebutkan bahwa anggotanya ditembak lebih dulu oleh Laskar Khusus FPI, berapa jumlah tembakan itu dan adakah bukti bukti, misalnya ada mobil polisi yang terkena tembakan atau proyektil peluru yg tertinggal.

Keempat, dimana TKP tewas tertembaknya keenam anggota Laskar Khusus FPI itu karena menurut rilis FPI keenam anggotanya itu diculik bersama mobilnya di jalan tol. Kelima, keenam anggota FPI yang tewas ditembak itu bukanlah anggota teroris, sehingga polisi wajib melumpuhkannya terlebih dahulu karena polisi lebih terlatih dan polisi bukan algojo tapi pelindung masyarakat.

Keenam, jalan tol adalah jalan bebas hambatan sehingga siapa pun yang melakukan penghadangan di jalan tol adalah sebuah pelanggaran hukum, kecuali sipengandara nyata nyata sudah melakukan tindak pidana. Ketujuh, penghadangan yang dilakukan oleh mobil sipil dan orang orang berpakaian preman, patut diduga sebagai pelaku kejahatan di jalan tol, mengingat banyak kasus perampokan yang terjadi di jalanan yang dilakukan orang tak dikenal. Jika polisi melakukan penghadangan seperti ini sama artinya polisi tersebut tidak promoter.

Sementara itu menanggapi tewasnya enam anggota Front Pembela Islam (FPI) akibat tembakan polisi, Direktur Eksekutif Amnesty International Indonesia Usman Hamid mengatakan, “Polisi harus transparan mengungkap kejadian tersebut, terutama menyingkap penyebab terjadinya penembakan terhadap mereka. Jika polisi yang terlibat dalam insiden itu melanggar protokol tentang penggunaan kekuatan dan senjata api, mereka harus diungkap secara terbuka dan diadili sesuai dengan hukum dan hak asasi manusia."

“Harus ada penjelasan tentang apakah petugas yang terlibat dalam insiden penembakan itu telah secara jelas mengidentifikasi diri mereka sebagai aparat penegak hukum sebelum melepaskan tembakan dan apakah penggunaan senjata api itu dibenarkan.”

“Polisi seharusnya hanya dibolehkan untuk menggunakan kekuatan atau kekerasan, terutama dengan senjata api, sebagai upaya terakhir. Itu pun harus merupakan situasi luar biasa untuk melindungi keselamatan dirinya dan atau orang lain. Jika tidak, maka tindakan itu bisa tergolong unlawful killing."

"Penggunaan kekuatan, kekerasan, dan senjata api yang melanggar hukum oleh polisi tidak boleh dibenarkan, terlebih lagi bila digunakan dalam kasus yang terkait dengan pelanggaran protokol kesehatan, yang seharusnya tidak berakhir dengan kekerasan. Komnas HAM harus ikut mengusut. Komisi III DPR RI juga perlu aktif mengawasi dan mengontrol pemerintah dan jajaran kepolisian."