SENAWANGI Tak Melulu Mengurusi Wayang Klasik, Tapi Juga Kontemporer

Oleh : Amazon Dalimunthe | Kamis, 27 April 2017 - 08:55 WIB

INDUSTRY.co.id - Sekretariat Nasional Pewayangan Indonesia (SENAWANGI)  sebagai organisasi yang mengurusi pewayangan sejak puluhan tahun yang lalu, tidak melulu mengurusi wayang klasik sebagai tanggung jawab terbesarnya, namun juga ikut memberikan peluang pada seni wayang kontemporer.

“Kita kan juga harus pandai-panda  membaca keinginan masyarakat luas. Jangan menutupi tetapi harus malah ikut mengembangkan seni pewayangan sesuai dengan tantangan jaman, demi ikut meningkatkan apresiasi publik terhadap seni pewayangan, terutama pada generasi muda kita,” kata  Suparmin Sunjoyo selaku Dewan Pengurus Senawangi di sela sela Kongres Senawangi di Museum Pewayangan Kautaman, TMII, Jakarta, 25-26 Aprl 2017.

Hanya, tambahnya,Senawangi  tetap membuat batasan batasan budaya setempat supaya tidak menjadikannya wayang kebablasan. “ Ini agar para penikmat wayang klasik tidak cemas kalau nantinya seni wayang klasik justru hilang. Wayang  pakem-pakemnya harus tetap dijaga. Wayang kontemporer juga dibolehkan tumbuh  sesuai dengan pasar industri pertunjukan di masa sekarang. Kan sekarang ada pertunjukan wayang plus musik campursari dan dangdutan. Yang senang banyak, yang tidak senang juga banyak,” ungkap Suparmin.

“Artinya, kita tetap mencari peluang apa saja yang disukai oleh generasi muda. Misalnya pentas wayang orang menggunakan bahasa Jawa berdialek bahasa Indonesia sehari-hari, serta durasi pertunjukan disingkat jadi dua jam, malah ada yang cukup 20 menit saja. Termasuk mempersilakan genre baru seperti lucunya teater Wayang Kampung Sebelah yang bercerita tentang kehidupan masyarakat umum kekinian. Kita ikut ngayomi mereka, dan memberi peluang mengikuti festival wayang yang diselenggarakan oleh Senawangi,” lanjut Suparmin

Sementara itu  Agus Prasetyo selaku  sutradara pergelaran pentas Wayang Orang Sriwedari dalam karya klasik “Mintaraga”  yang digelar untuk menyambut Kongres Senawangi  mengatakan bahwa dirinya tidak menutupi diri dengan kemungkinan-kemungkinan inovasi baru meski kerap kali juga memainkan pertunjukan seni tari klasik.

“Seni pertunjukan panggung tradisional juga harus bisa menjawab tantangan jaman yang sudah berubah sedemikian dinamisnya. Ini supaya kita bisa diterima lagi di tengah masyarakat banyak,” tambahnya.

“Pada pergelaran wayang orang berikutnya, kami nanti akan lebih berani menggali bereksplorasi dengan kultur seni kontemporer. Kali ini kami berkostum artistik visual wayang kulit. Di gelaran panggung wayang orang, hal ini belum pernah dilakukan oleh (kelompok) wayang orang lainnya,” ungkap Eny Sulistyowati, produser pergelaran “Mintaraga”.

Walikota Solo, FX Hadi Rudyatmo yang ikut hadir menonton gelar pentas Wayang Orang Sriwedari dalam lakon klasik Mintaraga, bahwa ternyata memang sengaja rata-rata dipilih para pemainnya adalah lulusan ISI Solo yang masih berusia 22-23 tahun. “Mereka ambil yang muda-muda untuk urusan regenerasi, supaya kesenian wayang orang jangan sampai punah,” ujarnya.

Bukan kebetulan pula, tenaga-tenaga muda lulusan ISI Solo tersebut untuk sementara ini ditugaskan sebagai pekerja seni berstatus tenaga kontrak di Pemerintah Kota Surakarta, yang nantinya diharapkan bisa diberikan tempat tersendiri sebagai pegawai negeri sipil berkeahlian khusus.

“Negara harus hadir untuk diperjuangkanlah mereka menjadi PNS khusus seni wayang orang. Sementara moratoriumnya kan belum dicabut guna membuka penerimaan calon pegawai negeri sipil,” harap Pak Walkot. (AMZ)