Ekonom Core Mohammad Faisal: Resesi Sukar Dihindari

Oleh : kormen barus | Kamis, 24 September 2020 - 02:26 WIB

INDUSTRY.co.id, Jakarta-Tahun ini berbeda dengan tahun-tahun sebelumnya. Tahun ini sangat dinamis, penyebabnya adalah pandemi Covid-19. Selama PSBB transisi, tekanan terhadap ekonomi cukup mereda, tetapi ternyata penanggulangan terhadap wabahnya tidak berhasil bahkan mengalami akselerasi.

“Oleh karena itu, saya pikir pemantauan selama PSBB transisi perlu dilakukan evaluasi, karena kalau berketurutan ini akan ada risiko besar ke depan. Makanya bisa dimengerti kemudian mengapa DKI Jakarta memberlakukan kembali PSBB yang lebih ketat, meski tidak seketat yang pertama,”ujar Mohammad Faisal, PhD, Direktur Eksekutif Core Indonesia, dalam CORE ECONOMIC FORUM bertajuk “Potensi Pemulihan Ekonomi dan Urgensi Stimulus UMKM.”

Menurutnya, jumlah kasus Covid-19 terus mengalami kenaikan. Juga kalau dibandingkan jumlah tesnya dengan negara lain, kita masih jauh lebih rendah. Misalnya dengan Korea, Malaysia, dan Vietnam. Jadi ini meningkatkan risiko kita dari sisi ekonomi. “Oleh karena itu, masih banyak PR ke depannya untuk penanggulangan wabah,”ujarnya.

Sementara kalau kita bandingkan sekarang dengan kondisi global, negara-negara yang lebih cepat menanggulangi pandemi, ekonominya lebih cepat rebound.  Kontraksi pertumbuhan ekonomi Indonesia pada triwulan kedua tidak lebih dalam dibandingkan sejumlah negara seperti Singapura, Filipina, Malaysia, dan Thailand. Namun, Risiko ke depan bisa jadi lebih besar karena grafik penyebaran Covid-19 masih terus meningkat. Negara-negara yang sukses meredam penyebaran wabah dalam menghindari resesi atau setidaknya pulih lebih cepat, contohnya Vietnam dan Tiongkok.

Konteks ekspor impor, kalau global cepat pulih, kata Mohammad Faisal, maka prospek ekspor juga akan pulih lebih cepat, artinya lebih positif kalau globalnya lebih cepat membaik. Sebetulnya pada tahun ini ekspor dan impor sama-sama terkontraksi. Namun, kontraksi ekspor jauh lebih ringan. Sedangkan impor terkontraksi sangat dalam. Kalau kita lihat 10 komoditas ekspor kita, di tahun 2020, performanya dibandingkan dengan tahun lalu malah lebih baik. Ini blessing in disguise, contohnya: minyak sawit, produk logam dasar, makanan olahan, dan alas kaki.

Dia mengatakan, surplus perdagangan kita pada masa pandemi lebih baik. Tapi, hal ini bukan karena ekspornya yang meningkat, melainkan karena impornya yang anjlok. Jadi ini tidak sehat. Impor itu mengalami kontraksi bukan hanya di barang konsumsi, tetapi justru yang paling dalam di impor bahan baku dan barang modal, yang merupakan impor kegiatan produktif di dalam negeri. Karena industri di dalam negeri punya ketergantungan impor yang sangat kuat, kalau kemudian impor bahan baku, bahan penolong dan barang modal kontraksi, itu artinya kegiatan produksi di dalam negeri, termasuk manufaktur mengalami kelesuan.

Sementara untuk Konsumsi kita, sampai saat ini masih terus mengalami kontraksi. Kontraksinya tajam terutama di kuartal kedua. Ketika diperlakukan new normal, kontraksinya membaik, tapi kita lihat, perbaikannya itu sangat lambat.

“Pada 2020, prediksi saya akan terjadi rekor inflasi terendah selama lebih dari dua dasawarsa, bahkan mungkin sepanjang republik ini,”ujarya.

Menurut Faisal, yang akan lebih rentan adalah mereka yang berada di sektor informal. Dan sektor informal itu mayoritas adalah usaha mikro. Inilah pentingnya stimulus UMKM khususnya untuk usaha mikro.

Untuk prospek pemulihan ekonomi, dengan melihat perkembangan pandemi dan situasi ekonomi hingga saat ini, resesi sukar dihindari. Pertumbuhan ekonomi Indonesia hingga akhir tahun  (Triwulan III dan IV) diprediksi masih akan terkontraksi, tapi lebih dangkal dibanding Triwulan II. Kami memprediksi untuk 2020, pertumbuhan ekonomi mencapai -1,5% sampai -3%.

Menurutnya, jangan terlalu fokus pada definisi teknis resesi. Yang terpenting adalah bagaimana meredam dampak buruk terhadap perekonomian selama pandemi, dan mendorong percepatan pemulihan ke depan. Di tahun 2021, kemungkinan besar pertumbuhan ekonomi tumbuh positif, namun seberapa cepat pemulihan ekonomi akan bergantung pada kecepatan penanggulangan wabah. Semakin cepat, semakin cepat pula pemulihannya. Angka persisnya masih dalam kajian kita.

Sebagai catatan: (1) gelombang kebangkrutan usaha dan peningkatan pengangguran harus dicegah dengan stimulus usaha dan bantuan sosial; (2) Target beneficiaries diperluas tapi dengan prioritas pada yang paling rentan: golongan miskin, usaha mikro, dan sektor informal; (3) Dan, terakhir, stimulus usaha dan bansos harus terus dipertahankan sampai kondisi ekonomi pulih (setidaknya sampai 2021).

CORE memprediksikan pertumbuhan ekonomi Indonesia pada kuartal III dan IV tetap akan kontraksi tetapi lebih dangkal. Hal ini didorong oleh surplus ekspor dan government spending, sedang dua sumber pertumbuhan terbesar lain yakni konsumsi rumah tangga dan investasi karena masih terkontraksi, makanya secara keseluruhan di Kuartal III dan IV tetap terkontraksi. Hanya saja, di kuartal III dan IV, kontraksi pada dua sumber pertumbuhan terbesar ini, terutama konsumsi, itu sudah lebih reda (ringan), walau tetap kontraksi.