Catat! Transaksi Rp5 Juta Kena Bea Materai Rp10 Ribu, Pelanggar Didenda Rp500 Juta dan 7 Tahun Kurungan

Oleh : Candra Mata | Senin, 07 September 2020 - 16:18 WIB

INDUSTRY.co.id - Jakarta, DPR RI dan pemerintah telah menyepakati Rancangan Undang-Undang (RUU) Bea Meterai untuk segera disahkan melalui Paripurna. 

Beleid yang akan memberlakukan satu tarif materai dari sebelumnya Rp3.000 dan Rp. 6.000 menjadi Rp 10.000 tersebut akan efektif berlaku pada pertengahan Januari tahun depan.

Selain itu, tarif baru tersebut juga diyakini dapat mendongkrak penerimaan negara mencapai Rp 11 triliun, dengan potensi penerimaan dari dokumen elektronik mencapai Rp 5 triliun pada 2021 mendatang.

Dalam aturan baru tersebut, nantinya Pemerintah juga akan memberlakukan pengenaan bea meterai terhadap transaksi e-commerce atau toko online. 

Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati mengatakan bahwa pengenaan terhadap transaksi online atau digital merupakan bentuk kesetaraan, dimana aturan meterai selama ini diberlakukan hanya pada dokumen kertas.

"Pembayaran bea meterai dengan menggunakan bea meterai elektronik sesuai perkembangan tekonologi, ini merupakan satu langkah dalam pengenaan bea meterai atas dokumen elektronik, dengan begitu ini juga memberikan kepastian hukum bagi dokumen-dokumen elektronik," pungkas Menkeu beberapa waktu lalu.

Sementara, Wakil Ketua Komisi XI DPR RI Amir Uskara selaku Ketua Panitia Kerja (Panja) RUU Bea Meterai menilai bahwa penambahan penerimaan pajak tersebut belum signifikan. 

"Ini adalah pengenaan pajak, kita (Komisi XI) sepakat bahwa dari nilai Rp 3.000 dan Rp 6.000 naik ke Rp 10.000 dalam rentang 35 tahun adalah sesuatu yang wajar, tetapi dari sisi penerimaan sebenarnya tidak terlalu signifikan. Karena kalau menurut penghitungan Pemerintah hanya bertambah sekitar Rp 5,7 triliun, artinya dari sisi nilai tidak terlalu urgen hanya prinsip keadilan disini dari dua nilai menjadi satu nilai,” kata Amir.

Dikatakannya, jika sebelumnya traksaksi diatas satu juta yang dikenakan materai, mulai nanti pada 21 Januari 2021 nilainya naik menjadi transaksi 5 juta keatas.

"Baik melalui kertas maupun elektronik," ungkapnya.

Adapun terkait masalah sanksi yang akan diatur dalam RUU tersebut, dikatakan Amir tidak main-main. 

Menurutnya sanksi tinggi yang diterapkan terkait dengan pemalsuan dan pemakaian berulang meterai, maka akan terancam kurungan pidana selama 7 tahun dan denda maksimal sebesar Rp 500 juta. 

Hal tersebut diatur semata-mata untuk mencegah terjadinya pemalsuan terhadap salah satu dokumen negara tersebut.

"Mengenai sanksi, memang ada beberapa pertimbangan ketika kita meyetujui pasal terkait dengan sanksi ini, karena seperti dengan cukai yang terkadang banyak pemalsuan, makanya kita berikan sanksi yang agak tinggi terkait dengan pemalsuan atau pemakaian ganda terhadap penggunaan meterai tersebut," jelasnya.

Sementara, terkait pembebanan tarif meterai kepada pihak industri, dalam hal ini pihak perbankan, dari yang sebelumnya dibebankan kepada nasabah, Amir menjelaskan bahwa pengenaan bea tetap dibebankan kepada pihak penerima transaksi. 

Menurutnya berdasarkan kesepakatan, pembebanan biaya yakni orang atau badan baik korporasi dan non koorporasi yang menerima hasil dari transaksi.

"Kalau transaksi perbankan pemungutnya tetap perbankan, terkait dengan pengenaannya tentu yang dibebankan kepada pihak yang bertransaksi. Jadi bisa saja transaksi yang dilakukan masyarakat kepada perbankan, kalau misalnya dia yang menerima ya berarti dia yang harus bayar tentu siapa yang menerima dia yang harus bayar," pungkasnya.