Kinerja Indonesia Kendaraan Terminal Rontok di Semester I 2020

Oleh : Wiyanto | Kamis, 27 Agustus 2020 - 09:30 WIB

INDUSTRY.co.id-Dari sisi kinerja, PT Indonesia Kendaraan Terminal (IPCC) menurut Reza Priyambada, Investor Relation, IPCC, bahwa perkembangan kinerja layanan bongkar muat kendaraan di kuartal kedua yang cenderung turun berimbas pada turunnya kinerja keuangan.

“Jika pada kuartal I 2020, IPCC masih dapat membukukan kinerja keuangan yang masih baik karena layanan bongkar muat kendaraan masih dapat dikatakan tinggi dimana CBU rata-rata ditangani sekitar 49 ribu hingga 50 ribu unit; Alat Berat rata-rata 12 ribu hingga 13 ribu; dan General Cargo rata-rata sekitar 4.500 hingga 4.900 M3. Akan tetapi, di kuartal II 2020 jumlahnya langsung drop cukup besar. CBU ditangani sekitar 14 ribu hingga 15 ribu unit; Alat Berat sebesar 5.000 hingga 5.100 unit; dan General Cargo sebesar 3.000 hingga 3.300 M3. Dengan adanya pembatasan kegiatan usaha manufaktur otomotif di kuartal kedua tentunya berpengaruh pada kegiatan layanan bongkar muat kendaraan di IPCC dan kondisi tersebut berimbas terhadap penurunan kinerja keuangan Perseroan di akhir semester I tahun ini.” kata dia Rabu (26/8/2020).

Selain, dari imbas penurunan layanan bongkar muat kendaraan, IPCC juga sampaikan dalam Seminar tersebut turut terkena dampak dari penerapan PSAK 73. Dampak dari penerapan ini terlihat di Laporan Keuangan semester I pada kenaikan beban bunga; beban penyusutan; dan beban amortisasi. Kenaikan akun beban penyusutan dan beban amortisasi pada Beban Pokok Pendapatan terjadi karena imbas pencatatan atas adanya pembelian aset dari IPC Tahap II pada September 2019 yang lalu dan imbas dari timbulnya pencatatan atas Aset Hak Guna seiring telah diterapkannya aturan PSAK 73. Timbulnya nilai pada akun Aset Hak Guna merupakan imbas dari pencatatan atas perjanjian sewa lahan jangka panjang antara IPCC dengan IPC dengan memperhitungkan nilai penyusutan yang terjadi dan adanya nilai discount rate untuk perhitungan diskonto atas sewa lahan jangka panjang tersebut.

"Selain itu, juga adanya kenaikan beban kerjasama mitra usaha (KSMU) yang terdiri dari biaya KSMU terminal dengan para mitra perusahaan bongkar muat (PBM); KSMU buruh dan tenaga kerja; dan sewa ke IPC," katanya.