Pupuk Dikabarkan Langka, Kementan Bergerak Lakukan Relokasi Anggaran Subsidi Pupuk

Oleh : Krishna Anindyo | Rabu, 12 Agustus 2020 - 15:45 WIB

INDUSTRY.co.id - Jakarta - Petani masih menghadapi banyak permasalahan. Mulai dari kelangkaan pupuk, serta minimnya saluran irigasi dan permodalan. Bahkan di saat musim tanam, pupuk malah tidak ada.

Hal tersebut diungkapkan oleh Anggota Komisi IV DPR RI Nur'aeni dalam keterangan tertulis yang diterima redaksi Industry.co.id Rabu (12/8).

Ia juga menyebut bahwa persoalan subsidi pupuk ialah karena kurangnya anggaran, dan juga timing distribusi pupuk yang tidak tepat.

Namun untungnya menurut Nua'aeni, Kementerian Pertanian melalui Mentan Yassin Limpo bergerak cepat, dan  telah merealokasi anggaran subsidi pupuk.

“Semoga dengan adanya realokasi ini, pupuk Indonesia segera mengupayakan dan bisa menjawab masalah kepada kelompok pertanian (poktan). Jadi jangan terlalu kaku untuk merealokasi ini, jangan menunggu sampai akhir tahun. Sedangkan petani untuk saat-saat ini sangat membutuhkan,” kata Nur'aeni.

Nur’aeni menambahkan, Komisi IV DPR RI bersepakat, bahwa Pemerintah harus bisa memberikan insentif maupun bantuan-bantuan lain, sehingga bantuan tidak melulu dalam bentuk pupuk, walaupun ke depan meminta subsidi pupuk juga harus ditingkatkan.

Di sisi lain, pihaknya juga terus mendorong Pemerintah untuk meningkatkan harga gabah petani agar harga nilai tukar petani (NTP) meningkat.

“Sampai saat ini, harga gabah di saat panen tidak mengalami lonjakan yang signifikan, karena harga dan juga petani kita lebih mengandalkan sistem bayar panen. Petani sendiri tidak dapat apa-apa untuk mendapatkan nilai lebih dari sisi ekonomi. Ke depan akan dipikirkan kembali, bagaimana tidak hanya memikirkan subsidi outcome saja, tetapi output-nya ke petani itu sendiri,” papar politisi Partai Demokrat ini.

Ia juga berharap ke depan insentif dan subsidi yang diberikan Pemerintah untuk petani sifatnya bisa langsung diberikan kepada petani tersebut, tidak ada lagi melalui perantara ataupun calo-calo liar yang akhirnya merugikan petani. 

“Ke depan harus tepat sasaran,” tutup Nur’aeni.