Kabar Gembira! Pemerintah Tetapkan Dana Desa Rp71,19 Triliun, Keluarga Penerima Manfaat Mendapat Rp2,7 juta

Oleh : Candra Mata | Minggu, 05 Juli 2020 - 18:53 WIB

INDUSTRY.co.id - Jakarta, Pemerintah telah menerbitkan PMK 50/2020 yang mengubah ketentuan Bantuan Langsung Tunai (BLT) Desa yang mengatur relaksasi persyaratan, tahapan penyaluran, serta prioritas penggunaan Dana Desa. 

Dimana anggaran Dana Desa pada tahun 2020 telah ditetapkan sebesar Rp71,19 triliun. Adapun, nominal bantuan yang diterima per keluarga penerima manfaat (KPM) sebesar Rp2,7 juta yang akan disalurkan selama enam bulan. 

“Dana Desa diprioritaskan untuk masyarakat miskin dan terdampak pandemi Covid-19 atau KPM. Nilai nominal tersebut bertujuan untuk memberikan keleluasaan bagi pemerintah desa dalam menganggarkan BLT Desa dalam APBDes termasuk memperluas cakupan KPM. Dana Desa difokuskan untuk BLT Desa sampai jangka waktu 6 bulan dan kami tidak membatasi jumlah Dana Desa yang dapat digunakan untuk BLT,” tutur Direktur Dana Transfer Umum Ditjen Perimbangan Keuangan (DJPK) Adriyanto dilansir redaksi dari laman Kemenkeu Minggu (5/7).

Langkah DJPK ini ialah bentuk tindak lanjut dari arahan Presiden sebelumnya. Selain untuk meringankan kebutuhan dasar masyarakat desa, BLT Desa juga bertujuan mempertahankan daya beli masyarakat desa akibat pandemi Covid-19.

Dana Desa direalokasi sebagai bantuan langsung tunai Dana Desa (BLT Desa) untuk warga miskin yang kehilangan mata pencaharian karena pandemi COVID-19 dan juga belum mendapat bantuan apapun.

Sementara itu, menurut Direktur Eksekutif CORE, Moh. Faisal, secara konsep, program ini sangat bagus sebab dana langsung disalurkan ke desa. 

“Selama ini beberapa bantuan sosial diberikan top-down dan dalam perjalanannya menuju penerima ada banyak distorsi. BLT Desa ini uangnya langsung diterima dan dikelola desa sehingga memotong banyak distorsi tadi,” ujarnya.

Faisal menambahkan, salah satu urgensi BLT Desa di masa pandemi ini adalah meski pedesaan dari sisi jumlah positif COVID-19 mungkin tidak sebanyak perkotaan tetapi efek negatif ekonominya sangat terasa. 

“Secara umum jika kita melihat jati diri pedesaan, dia adalah penyuplai. Jadi, ketika ada masalah dalam hal distribusi, ada resesi ekonomi, ada wabah, kemudian mereka harus dikarantina, semestinya mereka bisa self subsistent. Namun, pada kenyataannya banyak yang tidak begitu,” pungkas Faisal.