Ngap-ngapan! Industri Kaca Desak PGN Revisi PJBG Hingga Permudah Izin Keluar Masuk Pabrik

Oleh : Ridwan | Selasa, 02 Juni 2020 - 17:32 WIB

INDUSTRY.co.id - Jakarta - Pemerintah telah resmi menurunkan harga gas bumi untuk industri menjadi US$ 6 per MMBTU. Namun hingga kini, PT Perusahaan Gas Negara Tbk (PGN) belum merevisi perjanjian jual beli gas (PJBG). Hal ini membuat sejumlah industri berada di ujung tanduk.

Ketua Asosiasi Kaca Lembaran dan Pengaman (AKLP) Yustinus Gunawan mengatakan, industri kaca saat ini bagai mati segan hidup pun tidak mau.

"Seluruh anggota masih "ngap-ngapan", harga gas US$6/ MMBTU belum terlaksana. PGN dan PT Bayu Buana Gemilang selaku suplier gas bumi belum bersedia merevisi PJBG," jelas Yustinus saat dihubungi Industry.co.id di Jakarta, Selasa (2/6/2020).

Sebelumnya, Direktur Utama PGN Suko Hartono menyatakan akan melaksanakan ketentuan penurunan harga gas sesuai Perpres No.40 Tahun 2016 yaitu sebesar US$ 6 per MMBTU. Namun, hingga saat ini sejumlah industri masih membayar harga gas yang relatif sangat tinggi.

"Dirut PGN yang baru telah menyatakan tekad laksanakan harga gas sebesar US$ 6/MMBTU, tetapi belum terbukti. Jangan sampai Dirut PGN yang baru terganjal birokrasi internal yang coba menerapkan pasal-pasal yang ternyata tidak sesuai dengan kondisi lapangan sehingga tidak bisa diterima oleh pelanggan," ungkapnya.

"Gerakan PGN yang terkesan mengulur-ukur pelaksanaan harga gas sebesar US$ 6/MMBTU menjadi kontra produktif untuk pemulihan ekonomi nasional," tambah Yustinus.

Lebih lanjut, Yustinus menjelaskan, sejumlah pabrik kaca harus beroperasi untuk menjaga stabilitas struktur batu tahan api di tungku peleburan, tetapi saat ini terkendala mobilitas tenaga kerja menuju lokasi pabrik di Cikampek.

"Sebagian tenaga kerja ber KTP Jakarta bekum mendapatkan Surat Izin Keluar Masuk (SIKM), karena server masum rusak. Sebagian non-DKI pemegang Izin Operasi Mobilitas Kegiatan Industri (IOMKI) engga bida dapat SIKM, tetapu akses harus melintas di tol menuju ke dan kembali dari pabrik Cikampek menuju dan kembali, padahal tujuan akhir bukan DKI," jelasnya.

Oleh karena itu, AKLP berharap IOMKI dari Kementerian Perindustrian sudah cukup menjadi sirat izin untuk melintas di tol dan bukan tujuan akhir di DKI.

"Kita semua sepakat bahwa tetap aman dan produktif, dalam hal ini Menteri Perindustrian dan Menteri Kesehatan dengan jelas dan tepat memfasilitasi kegiatan produktif di tempat industri berkegiatan. Tetapi kalau aksesnya ditutup, maka sama saja kegiatan produktif akan menjadi kontra-produktif," papar Yustinus.

Sebelumnya, Menteri Perindustrian (Menperin) Agus Gumiwang Kartasasmita memerintahkan suplier atau pemasok gas bumi untuk industri segera menetapkan harga gas sesuai Perpres No. 40/2016 yaitu sebesar US$ 6 per MMBTU.

Upaya ini terus dilakukan Kementerian Perindustrian karena masih banyak nya suplier atau pemasok gas bumi untuk industri yang masih belum ikhlas dan rela menetapkan besaran harga gas sesuai Perpres No.40/2016.

"Memang di lapangan saya masih dapat laporan bahwa masih ada beberapa industri yang belum bisa menikmati kebijakan ini. Saya harus tegaskan bahwa harga gas harus paling tinggi US$ 6 per MMBTU," kata Menperin Agus Gumiwang kepada Industry.co.id di Jakarta (15/5/2020).

Lebih lanjut, Agus menjelaskan bahwa pemerintah pusat baik itu Kementerian ESDM, Kementerian Perindustian, dan BUMN memiliki satu pandangan bahwa kebijakan penurunan harga gas bumi untuk industri sesuai Perpres No.40/2016 untuk mendukung industri manufaktur nasional.

"Kami pemerintah pusat telah satu pandangan bahwa kebijakam ini untuk mendukung industri manufaktur nasional agar lebih berdaya saing," tutur Agus.

Menurut Agus Gumiwang, harga gas industri sebesar US$ 6 per MMBTU merupakan harga yang ideal bagi para pelaku industri di Tanah Air.

"Yang pasti, target kita itu adalah agar industri bisa menikmati harga gas US$ 6 per MMBTU. Saya kira harga ini merupakan titik yang cukup baik, asal pelaksanaan di lapangannya itu bisa benar-benar berjalan baik," tegas Menperin.