Film Night Bus, Wujud Mimpi Darius Sinathrya buat film Berskala Internasional

Oleh : Amazon Dalimunthe | Jumat, 07 April 2017 - 10:04 WIB

INDUSTRY.co.id - Aktor, sekaligus presenter, Darius Sinathrya, rupanya sejak lama menyimpan mimpi untuk membuat film berskala Internasional. Setelah berkutat dalam proses produksi selama dua tahun, akhirnya film berjudul “Night Bus” mulai ditayangkan di sejumlah bioskop mulai Kamis (6 April). Tak pelak lagi ini adalah sebuah film yang memiliki kualitas setara dengan film-film “pemberontakan” ala Hollywood.

Film “Night Bus” bercerita tentang perjalanan sebuah bus malam menuju kota Sampar. Sebuah kota yang tidak putus dirundung konflik akibat kepentingan-kepentingan mereka yang merasa berkuasa. Namun kota ini menyimpan kekayaan sumber daya alam yang luar biasa hingga banyak yang ingin mengadu nasib di sana.

 Kisah berawal di terminal keberangkatan kota Rampak, di mana penumpang sudah beberapa hari menunggu jalur dibuka setelah pecahnya konflik dan kontak senjata antara pasukan Samerka (Sampar Merdeka) dengan aparat pemerintah. Para penumpang memiliki tujuan masing-masing untuk sekadar pulang bertemu dengan keluarga, berziarah ke makam anak yang baru meninggal, menyelesaikan urusan pribadi, atau mencari kehidupan yang lebih baik.

Dalam perjalanan menuju Kota Sampar inilah berbagai peristiwa menegangkan terjadi. Mulai dari bus yang dibajak seorang bersenjata, hingga penghadangan serta pemeriksaan-pemeriksaan yang berbau teror dari masing-masing pihak bersenjata, baik sipil maupun tentara..

Film ini juga menyajikan adegan demi adegan yang begitu mencekam.  Penonton akan dibawa pada pikiran bahwa peristiwa-peristiwa yang jadi adegan dalam film ini memang pernah terjadi. Mengingat kita dulu pernah memiliki empat daerah konflik seperti Timor Timur sebelum referendum, DI Aceh serta Maluku  dan juga Poso.

Tentang hal ini Darius tidak secara gambliang mengaku mengambil kisah nyata. "Terinspirasi mungkin. Tapi kita nggak mau mengkaitkan itu secara langsung karena akan sensitif. Makanya kita pilih nama daerahnya juga fiksi. Kita juga nggak menyinggung salah satu pihak yang ada di kehidupan nyata. Karena pada akhiinya orang yang nantinya nonton, mereka akan teringat pada daerah yang penuh rawan konflik ya begini. Kita inginnya universal dan kasih tahu kalau yang tersisa dari konflik itu cuma kehancuran dan kehilangan," ungkap Darius.

Film yang memulai produksi sejak 13 September 2015 ini sempat mengalami penundaan tayang. Hal ini menurut Darius itu dikarenakan beberapa hal yang harus dibuat secara matang selama proses produksi.

"Kita itu ada sekitar 500 shoot yang berkaitan dengan visual effect dan CGI, bahkan ada yang full generated animation yang dibangun. Karena dana yang terbatas, tidak  memungkinkan kita buat syuting secara real gitu. Misalnya, kota yang hancur, kan nggak mungkin dilakukan di Indonesia. Kalaupun membangun set pasti mahal banget. Nah, butuh waktu yang panjang untuk menyelesaikan semuanya," ujarnya.

Film ini didukung sederet nama besar seperti Toro Margens, Lukman Sardi, Yayu Unru, Alex Abbad, Edward Akbar, Teuku Rifnu Wikana, Donny Alamsyah, Rahael Ketsia, Tio Pakusadewo dan lainnya. Dan hebatnya semua pemain mendapat porsi yang sama untuk menunjukkan aktingnya secara maksimal.

Film ini sayang untuk dilewatkan. (AMZ)