Selamat Hari Tani Nasional

Oleh : Kuntoro Boga Andri, Kepala Biro Humas dan Informasi Publik, Kementerian Pertanian | Selasa, 24 September 2019 - 08:00 WIB

INDUSTRY.co.id - Hari Tani Nasional yang jatuh pada tanggal 24 September, bermula dari ditetapkannya Undang-undang No.5 Thn 1960 tentang Peraturan Dasar Pokok Agraria (UUPA 1960) oleh Presiden Soekarno. Di dalamnya ditegaskan soal pelaksanaan ‘land reform’.

Land-reform berarti memperkuat dan memperluas pemilikan tanah untuk seluruh rakyat Indonesia, khususnya kaum tani. Sebuah keberpihakan yang nyata dan penghargaan pemerintah pada petani sebagai ‘pahlawan pangan’.

Sematan petani sebagai pahlawan pangan tidaklah berlebihan. Pangan merupakan kebutuhan primer umat manusia dan petani memililki peranan penting sebagai penyedia pangan. Peranan petani ke depannya akan semakin penting dengan kebutuhan pangan yang juga meningkat. Food and Agriculture Organization (FAO) bahkan menyebut ketahanan pangan di masa depan terancam karena serangan hama, alih fungsi lahan, hingga perubahan iklim.

Di saat yang sama, pertumbuhan jumlah penduduk melaju begitu cepat. Benua Asia saja, diperkirakan menjadi rumah bagi 4,9 miliar orang pada tahun 2030. Ini akan mengakibatkan peningkatan konsumsi pangan lebih dari dua kali lipat per kapita dalam 12 tahun mendatang.

Meningkatnya kebutuhan pangan dunia seharusnya menjadi peluang besar. Tapi fakta menunjukkan jumlah rumah tangga petani justru menurun. Jumlah petani kita di 2019 hanya tersisa 27 persen dari total angkatan kerja, dibandingkan angka 57% pada tahun 70an.

Di setiap masa, para pemimpin bangsa secara nyata berpihak kepada petani. Wujud keberpihakan ditunjukkan dengan upaya menyejahterakan kaum tani, membela hak-hak petani, dan mengangkat harkat dan martabat para petani.

Di era penjajahan, ideologi Marhaenisme lahir.Melalui ideologi tersebut, Soekarno sebagai pencetusnya secara jelas menunjukkan keberpihakan kepada petani dan pekerja di sektor pertanian. Dalam beberapa pidatonya, Soekarno menyampaikan misinya untuk menjadikan kedaulatan pangan, kesejahteraan petani, dan pemberdayaan “wong cilik” sebagai ideologinya. Hal itu terucap dalam pernyataan Presiden RI Soekarno pada peresmian Kampus Fakultas Pertanian UI di Barangsiang Bogor tahun 1952 yang menyatakan, “Pertanian adalah soal hidup matinya sebuah bangsa”.

Tokoh bangsa lainnya, Ulama Besar dan Pendiri Nahdlatul Ulama (NU) KH. Hasyim Ashari juga menegaskan keberpihakan dan kepeduliannya terhadap petani. Mengutip tulisan Muntaha dari kitab Amalil Khuthaba, beliau mengingatkan petani adalah benteng terakhir bagi pertahanan negeri.

Di masa Orde Baru, Presiden Suharto menjadikan Pertanian sebagai sektor utama dalam Rencana Kerja Pembangunan Lima tahunannya (Repelita). Sejak Repelita I sampai dengan V, pembangunan sektor pertanian menjadi prioritas utama.

Saat ini, di era kepemimpinan Presiden Joko Widodo, keberpihakan kepada petani ditunjukkan dengan menjalankan dan mengawal program strategis yang dapat mendongkrak secara efektif kesejahteraan petani sebagai pahlawan pangan dan penyokong utama kedaulatan pangan Indonesia.

Selama lima tahun terakhir, Kementan di bawah komando Andi Amran Sulaiman mengakselerasi mekanisasi pertanian yang bermuara pada upaya mewujudkan pertanian modern. Penyediaan bantuan alat dan mesin pertanian (alsintan) terus digenjot dalam upaya tingkatkan efisiensi dan efektifitas budidaya pertanian secara keseluruhan, meliputi kegiatan pengolahan lahan, penanaman, pemanenan, dan pengolahan hasil pertanian.

Mekanisasi pertanian dipercaya dapat mengatasi persoalan keterbatasan tenaga kerja di sektor pertanian dan juga turut meningkatkan pendapatan petani. Berdasarkan kajian, mekanisasi mampu tingkatkan efisiensi usaha tani 35 – 48 persen. Sebagai bentuk pengawalan, Kementan membentuk Unit Pengelola Jasa Alsintan (UPJA) sehingga kelembagaan pengelolaan alsintan bisa semakin kuat.