Pengelolaan Pelabuhan Marunda Perlu Perhatikan Rekam Jejak

Oleh : Herry Barus | Minggu, 15 September 2019 - 02:46 WIB

INDUSTRY.co.id - Jakarta-Kisruh Pelabuhan Marunda yang berlarut-larut mengundang keprihatinan banyak kalangan di dalam negeri, tak terkecuali kalangan politikus. Mereka berharap, kisruh pengelolaan Pelabuhan Marunda segera berakhir dan upaya negara, dalam hal ini BUMN, untuk kembali mengelola pelabuhan tersebut bisa terwujud.

“Saya mengamati kisruh Pelabuhan Marunda dan prihatin karena berlarut-larut. Saya berharap ini segera selesai dan negara kembali memegang kendali pada aset strategis itu,” ujar HM Darmizal MS, politikus yang merupakan salah satu pendiri Partai Demokrat dalam perbincangan di Jakarta, Selasa (10/9/2019).

Darmizal mengingatkan agar siapapun yang berkepentingan dengan pelabuhan tersebut memperhatikan aspek strategis dari aset tersebut dan kontribusinya bagi bangsa dan negara. Mengenai siapa yang paling berhak memegang kendali, Darmizal yang merupakan mantan Wakil Ketua Komisi Pengawas Partai Demokrat itu menyarankan agar rekam jejak pengelolanya turut diperhatikan. Hal ini penting untuk menjaga kelangsungan usaha yang baik.

“Pada prinsipnya saya tidak melihat individu, namun lebih kepada rekam jejak dia dalam menjalankan usaha. Sebab, rekam jejak yang buruk akan tetap meninggalkan bekas. Ingat, bau nangka akan tetap tercium meskipun disembunyikan dengan cara apapun,” tuturnya.

Pelabuhan Marunda dikelola oleh PT Karya Citra Nusantara (PT KCN) yang antara lain dimiliki oleh PT Karya Teknik Utama (PT KTU). PT KTU yang dimiliki oleh Khe Kun Cai alias Wardono Asnim itu kini tengah bersengketa dengan PT KBN dalam pengelolaan Pelabuhan Marunda. Proses peradilan di Pengadilan Negeri Jakarta Utara dan Pengadilan Tinggi DKI Jakarta memenangkan PT KBN, namun PT KTU mengajukan kasasi dan kini tengah diproses oleh Mahkamah Agung. 

Kisruh pengelolaan Pelabuhan Marunda bermula dari sengketa antara PT KTU dengan BUMN PT KBN. PT KBN dan PT KTU sebelumnya bersepakat mendirikan PT KCN untuk membangun dan mengelola Pelabuhan Marunda. Dalam perjalanannya, BPK melakukan audit forensik dan menemukan kejanggalan sehingga porsi kepemikan saham atas PT KCN diubah menjadi 50:50 dari sebelumnya PT KBN 15% dan PT KTU 85%.

PT KTU kemudian digugat karena tanpa sepengetahuan PT KBN, PT KTU mengadakan perjanjian konsesi dengan KSOP V Marunda selama 70 tahun. Gugatan dimenangkan oleh PT KBN baik di tingkat pengadilan negeri maupun di tingkat banding. Kasus kemudian berlanjut ke tingkat kasasi.