Stop Relokasi dan Penutupan Pulau Komodo

Oleh : Kormen | Jumat, 13 September 2019 - 10:00 WIB

INDUSTRY.co.id - Jakarta-Pemerintah daerah Provinsi Nusa Tenggara Timur gencar mewacanakan ide-ide untuk menata kembali kawasan taman nasional Komodo yang akan menjadi pariwisata bertaraf premium sebagai Kawasan Ekonomi Khusus (KEK).

Implikasi dari proyek ambisius ini, Gubernur Nusa Tenggara Timur Victor Bungtilu Laiskodat mengeluarkan pernyataan bakal menutup pulau komodo selama satu tahun terhitung mulai Januari 2020 untuk melakukan konservasi. Padahal, kewenangan penutupan pulau komodo itu sendiri sesungguhnya ada di Kementerian Lingkungan Hidup.

Dampak dari penutupan ini tentu saja mematikan pelaku-pelaku usaha pariwisata di kawasan tersebut. Lebih bahaya lagi, nasib warga yang bermukim di pulau komodo sekitar 2.000 orang terancam harus digusur secara paksa oleh pemerintah. Selain itu, master plan terkait pengembangan pariwisata Labuan Bajo dan TNK Komodo pun tidak pernah dibuka ke public agar masyarakat tahu rancangan pembangunan TNK Komodo.

Atas persoalan ini, Garda NTT sempat melakukan audiensi dengan pemerintah Provinsi NTT melalui Kepala Badan Badan Penghubung Pemprov NTT di Jakarta pada tanggal 02 Agustus 2019, namun hingga saat ini belum nampak kejelasan solusi dari wacana tersebut.

Lalu pada tanggal 28 Agutus 2019 Garda NTT melakukan aksi unjuk disertai audiensi dengan Kemeterian Lingkungan Hidup dan Kehutanan. Hasil dari audiensi tersebut kami menemukan beberapa poin penting;

1. KLHK sepakat bahwa Pemprov NTT tidak berwenang menutup pulau komodo karena kewenangan tersebut ada di KLHK.

2. Soal Relokasi tidak ada dalam perencanaan KLHK. Maka kami menanyakan, siapa yang mencetus wacana ini. KLHK menengarai bahwa pihaknya tidak tahu wacana ini.

3. Saat ini tim terpadu pusat yang terdiri dari personil Jaksa, komnas HAM, Kementerian KLHK, kemenpar, Gakumdu, kepolisian, LSM dan tim independen lainnya sedang melakukan pantauan, penelitian langsung terkait amdal, dan dampak dampak negatif akibat kebijakan yang merugikan warga komodo. Pihak KLHK diwakili Kepala Biro Humas KLHK, Djati Witjaksono Hadi menyampaikan bahwa sebelum akhir tahun hasil penelitian tersebut akan diumunkan ke public.

Dalam pandangan kami, Kementerian KLHK berkewajiban mengedepankan prinsip kemanusiaan dan memperhatikan nasib sekitar 2.000 penghuni komodo yang tinggal di TNK Komodo selama ratusan tahun. Dari data yang kami himpun; ada sekitar 500 kepala keluarga menghuni pulau komodo yang terbagi dalam 10 RT dan 5 RW.

Kawasan ini telah dihuni selama ratusan tahun lalu oleh masyarakat lokal. Bahkan makam-makam leluhur mereka tertanam di pulau ini. Mereka telah melekat dengan tradisi budayanya serta mempunyai hubungan historis dengan hewan komodo.

Saat ini mereka benar-benar resah dengan wacana penutupan pulau komodo karena kehidupan mereka terancam digusur atas nama sebuah kebijakan tanpa mendengar langsung aspirasi mereka. Hari ini mereka sedang berjuang mencari keadilan. Segala daya upaya telah dilakukan, hingga berdialog dengan pemerintah. Tetapi negara tidak hadir bersama mereka. Ironisnya, dari beberapa informasi yang bergulir kencang, kami mendapati informasi bahwa sudah ada sembilan (9) perusahaan yang tertarik untuk berinvestasi di pulau Komodo.

Menimbang dampak buruk dari kebijakan-kebijakan itu bagi kelestarian habitat alami Komodo dan memperhitungkan keadilan bagi warga masyarakat Komodo sendiri, serta demi masa depan pariwisata berkelanjutan maka Garda NTT mendatangi kementerian Pariwisata dengan menyatakan sikap;

- Tolak Wacana Penutupan Pulau Komodo

- Tolak Relokasi 2000 warga pulau Komodo

- Mendesak Menteri Pariwisata mempublikasikan rencana Grand Desain dan Master Plan Pembangunan Labuan Bajo dan Pulau Komodo

- Meminta Kemenpar membuka ke publik 9 perusahaan yang telah memegang izin usaha di pulau Komodo

- Mendesak Menteri Arif Yahya untuk mencabut dan membatalkan izin-izin Pengusahaan Pariwisata Alam di dalam Taman Nasional Komodo karena justru akan membahayakan habibat Komodo.