Reflection of Chinese Yun Exhibition Renungan Lu Tianning

Oleh : Herry Barus | Selasa, 27 Agustus 2019 - 21:00 WIB

INDUSTRY.co.id - Jakarta- Jika menyebut nama Pelukis Tiongkok yang kini berkiprah di tingkat dunia, nama Lu Tianning pun dapat disetarakan dengan seniman internasional lainnya. Karya-karya nya yang sebelumnya dipamerkan di negara Amerika, Swedia, Australia, Jepang dan India, kini Lu dapat menambahkan daftar negara yang memamerkan karyanya yaitu Indonesia. Karya- karya Lu akan dipamerkan di Yun Artified Community Art Center Jakarta, mulai 31 Agustus – 30 September 2019. Pameran ini dikuratori oleh kurator senior Jim supangkat.

Yun Artified Community Art Center yang diresmikan pada Januari 2019 lalu, telah menyeleksi bahwa karya-karya dari seniman Lu layak untuk dipublikasikan ke pecinta seni Indonesia, tidak hanya mempertimbangkan nilai estetiknya namun Lu dinilai sebagai seorang pelukis yang berhasil mengembangkan seni tradisional Tiongkok ke ranah Internasional. Sebagai salah satu visi dan misi dari Yun Artified, akan terus aktif melakukan program pertukaran seniman Indonesia berpameran di China dan seniman China berpameran di Indonesia, sehingga pecinta seni di Indonesia tidak harus pergi ke Fukuoka Asian Art Museum di Jepang, National Museum, New Delhi di India, California University di Amerika Serikat dan Ecole Superieur des Beaux Arts di Paris, Perancis untuk melihat dan mempelajari detail dari karya masterpiece Lu yang indah.

Mengutip catatan kuratorial pameran Reflection of Chinese Yun, Jim Supangkat memaparkan bahwa pandangan- pandangan Lu Tianning menandakan sensibilitas pada karya-karyanya bertumpu pada spirit yang berkaitan dengan religiusitas. Istana Potala di kota Lhasa yang terus menerus dilukisnya sepanjang karir, sering disebut “Istana di atas awan”. Berdiri di puncak gunung, 12.139 meter dari permukaan laut, bangunan iconic yang berusia 1300 tahun ini memang punya pesona transendental. Lu Tianning tidak hanya menangkap tanda-tanda ini, namun ia merasakannya sebagai dorongan misterius yang mendasari karya-karyanya.

Kata-katanya yang mengisahkan pengalamannya menghadapi pegunungan Potala pada siang dan malam hari menegaskan kaitan lukisan-lukisan Lu Tianning dengan seni lukis Tiongkok tradisional. Bahkan dengan tandanya yang paling tua, buku Shinjing  (tentang puisi dan lagu) yang ditulis pada Abad ke-14 SM. Ada sebentuk kalimat yang berbunyi, “Mengamati sisi gunung yang diterangi matahari, dan, bayangannya di sisi gelap membangkitkan kesadaran tentang yin dan yang. “ Inilah catatan tertua tentang  yin dan yang  yang dikenal sebagai dasar filsafat Tiongkok.

Memamerkan 100 karya Lu Tianning yang rata-rata berukuran 100 x 100 cm dan 100 x 180 cm, akan menggunakan 3 lantai, salah satu karya berskala besar 150 x 360 cm yang ditampilkan berjudul Auspicious Plateau (2019). “Pada masterpiece ini berbagai kecenderungan pada seni lukis Tiongkok tampil bersamaan. Di sini hukum perspektif menjadi relatif, dan, batas-batas realistis dan surealis hilang. 

Prof. Liang Jiang dari Guangzhou Academy of Fine Arts, menyebut kecenderungan ini sebagai simponi, dimana pada dunia musik adalah penggabungan warna dan nada musik yang berbeda-beda dalam sebuah orkestra harmonis. Analognya adalah disambiguasi, yaitu upaya menghilangkan keraguan ketika menghadapi himpunan pemikiran/teks, karena perbedaan sudut pandang, perbedaan penggunaan istilah, atau, topik pembahasan yang berbeda”, papar Jim Supangkat pada catatan kuratorial.