Pertumbuhan Ekonomi Kuat Pada Paruh Pertama 2019

Oleh : Andi Mardana | Senin, 19 Agustus 2019 - 20:08 WIB

INDUSTRY.co.id - Jakarta - Indonesia mencatat pertumbuhan stabil, sebesar 5%, pada triwulan kedua 2019, bertolak belakang dengan tren pertumbuhan menurun di negara lain. Penggerak utama pertumbuhan pada triwulan kedua 2019 adalah konsumsi masyarakat maupun swasta.

Total konsumsi tumbuh sebesar 5,7% (jauh di atas rata-rata total konsumsi selama lima tahun terakhir, yang sebesar 4,8%). Konsumsi lembaga swasta dan nirlaba tumbuh 5,2% dan konsumsi pemerintah tumbuh 8,2%.

Menurut DBS Group Research yang berjudul Kelemahan Ekonomi Indonesia Muncul ke Permukaan oleh Economist Bank DBS Indonesia, Masyita Crystallin memaparkan bahwa pertumbuhan investasi menurun menjadi 5% pada triwulan kedua 2019 (dari 6,9% pada paruh pertama 2018).

"Kami berpendapat bahwa fokus pemerintah dalam bidang infrastruktur masih dapat mendukung pertumbuhan investasi meskipun tidak sekuat tahun lalu," jelas Masyita kepada Industry.co.id, Senin (19/8).

Indeks Pembelian Manufaktur (Purchasing Manufacturing Index, PMI) terbaru kata Masyita masih menunjukkan wilayah ekspansi di angka 52,1.

"Dalam pandangan kami, risiko terhadap neraca perdagangan masih negatif, dipicu oleh berlanjutnya ketegangan akibat perang dagang antara Amerika Serikat dan Cina serta depresiasi yuan Cina," kata Masyita.

Lebih lanjut ia mengatakan bahwa, impor melambat dalam beberapa bulan terakhir. Tetapi penurunan ekspor dapat berlanjut untuk beberapa waktu ke depan.

"Selain itu, tidak seperti negara lain, yakni Vietnam dan Taiwan, Indonesia belum memperoleh manfaat dari pergeseran produksi yang disebabkan oleh perang dagang," terangnya.

Defisit perdagangan, yang melebar pada paruh kedua 2019, lebih disebabkan oleh faktor eksternal, yaitu memburuknya ketentuan perdagangan (terms-of-trade), bukan disebabkan oleh volume. Volume ekspor (dalam hitungan tahunan dan moving average 3 bulanan, YoY 3mma) lebih tinggi daripada impor.

"Defisit yang semakin melebar kemungkinan akibat volume impor tumbuh lebih cepat daripada ekspor karena pembangunan infrastruktur terus berlanjut," tutur Masyita.