Penerapan Insentif Super Deductible Tax Tunggu Juknis dari Kemenkeu

Oleh : Ridwan | Rabu, 07 Agustus 2019 - 15:10 WIB

INDUSTRY.co.id - Jakarta - Pemerintah telah resmi menerbitkan payung hukum untuk kebijakan pengurangan pajak super alias super dedutible tax. Kebijakan insentif tersebut tertuang dalam Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 45 Tahun 2019 tentang Penghitungan Penghasilan Kena Pajak dan Pelunasan Pajak Peghasilan dalam Tahun Berjalan.

Insentif fiskal ini akan diberikan kepada industri yang terlibat dalam program pendidikan vokasi serta melakukan kegiatan penelitian dan pengembangan (Litbang) untuk menghasilkan inovasi.

Kepala Badan Penelitian dan Pengembangan Industri (BPPI) Kementerian Perindustrian, Ngakan Timur Antara mengatakan, para pelaku industri sangat merespon positif diterbitkannya PP Nomor 45 Tahun 2019 tersebut. 

"Mereka (Industri) menilai PP dapat memacu inovasi teknologi di Indonesia, bukan hanya dilakukan oleh instansi pemerintah, tapi juga swasta. Karena pemerintah tidak cukup kuat kalau dilakukan sendiri," kata Ngakan kepada Industry.co.id di Kantor Kemenperin, Jakarta, Rabu (7/8).

Namun, tambahnya, insentif fiskal ini belum bisa diterapkan dalam waktu dekat. "PP nya memang sudah keluar, tapi baru bisa dilakukan apabila sudah ada petunjuk teknisnya (Juknis). Nah, juknis ini kan yang mengeluarkan adalah Kementerian Keuangan. Setelah ditentukan juknisnya baru bisa diterapkan," terangnya.

Ngakan menuturkan bahwa di negara-negara Eropa telah melakukan peraturan sejenis dengan apa yang ada di Indonesia terkait insentif fiskal inovasi teknologi. "Kemarin saya mendampingi Bapak Menteri Perindustrian dalam acara EuroCham, mereka menyebut bahwa insentif yang dirilis pemerintah ini mirip dengan yang telah dilakukan lama disana. Artinya, dengan insentif ini kita ingin seimbangkan dan mendorong dunia usaha untuk lebih berdaya saing," papar Ngakan.

Lebih lanjut, Ngakan mengungkapkan, terdapat syarat tertentu yang perlu dipenuhi perusahaan apabila ingin mendapat insentif pajak dari kegiatan litbang. Hasil riset yang dilakukan harus berdampak besar pada perekonomian nasional seperti
peningkatan daya saing produk, memacu ekspor, dan penyerapan tenaga kerja.

Oleh karena itu, perusahaan yang mengajukan insentif tersebut bakal dianalisis terlebih dahulu oleh pemerintah. "Jadi, harus ada assessment-nya. Tidak serta-merta dari pengakuan mereka, kita berikan insentif," ujarnya.

Ngakan pun mensimulasikan rencana pemberian insentif pajak tersebut. Misalnya, sebuah perusahaan membangun pusat inovasi di Indonesia dengan nilai investasi sebesar Rp1 miliar, maka pemerintah akan memberikan pengurangan terhadap penghasilan kena pajak Rp3 miliar kepada perusahaan tersebut. 

"Jadi bentuk pengurangannya, dari biaya litbangnya dikalikan tiga," jelas Ngakan. 

Disamping itu, Ngakan mencontohkan, jika perusahaan bekerjasama dengan SMK untuk memberikan pelatihan dan pembinaan vokasi serta penyediaan alat industri hingga kegiatan pemagangan dengan menghabiskan biaya Rp1 miliar, maka pemerintah akan memberikan pengurangan terhadap penghasilan kena pajak sebesar Rp2 miliar kepada perusahaan tersebut. 

Sebelumnya, Menteri Perindustrian Airlangga Hartarto menyampaikan, penerapan super deductible tax sejalan dengan inisiatif di dalam peta jalan Making Indonesia 4.0. Artinya, pemberian fasilitas ini selain melengkapi insentif fiskal tax allowance dan tax holiday, akan mengakselerasi industri manufaktur nasional agar siap menuju revolusi industri 4.0.

"Insentif pajak ini juga diberikan guna mempercepat peningkatan kompetensi sumber daya manusia (SDM) Indonesia dalam menyongsong revolusi industri keempat. Untuk bertransformasi ke era industri digital, dibutuhkan reskilling agar mereka mampu berkompetisi," tutur Airlangga.