IDF 2019 Ciptakan Rekomendasi –Gagasan Terkait Empat Pilar Kebijakan Ketenagakerjaan

Oleh : Herry Barus | Rabu, 24 Juli 2019 - 19:00 WIB

INDUSTRY.co.id - Jakata – Curah gagasan tahunan terbesar Indonesia Development Forum (IDF) 2019 pada 22-23 Juli 2019 berlangsung sukses, dan dihadiri lebih dari 2.950 peserta, termasuk 80 peserta difabel.

Tajuk tahun ini, Mission Possible: Memanfaatkan Peluang Pekerja Masa Depan untuk Mendorong Pertumbuhan Inklusif” yang menghadirkan 145 pembicara secara paralel dan 100 pembicara pasar ide, termasuk di antaranya 38 pembicara internasional ini ditutup oleh Menteri PPN/Kepala Bappenas Bambang Brodjonegoro dengan dihadiri oleh Wakil Duta Besar Australia untuk Indonesia, Allaster Cox, mitra pembangunan, pembicara, dan partisipan lainnya.

“Saya merasa bangga dan berbahagia melihat semangat dan minat besar seluruh peserta sejak kemarin sampai dengan sore ini. Bahkan antusiasme penyelenggaraan IDF juga terlihat di ranah media sosial dengan jangkauan lebih dari 400 ribu akun lintas platform. Kami berharap IDF ini dapat menjadi wadah untuk terus meningkatkan dan memperluas kerja sama pemerintah serta swasta antara dua negara, serta sarana menambah wawasan dan menciptakan ide baru dalam menyelesaikan prioritas-prioritas pembangunan,” ujar Bambang pada pidato penutupan.

Aneka gagasan yang tercurah selama dua hari dikemas dalam empat pendekatan Inspire, Imagine, Innovate dan Initiate ini dirangkum dalam empat pilar rekomendasi yang akan menjadi basis penyusunan kebijakan terkait ketenagakerjaan ke depannya. Empat pilar rekomendasi tersebut antara lain mendorong pembentukan dan pertumbuhan usaha baru; modernisasi usaha rumah tangga dan Usaha Mikro Kecil dan Menengah (UMKM) agar berdaya saing global, mempromosikan kebijakan ketenagakerjaan yang inklusif, dan mempersiapkan tenaga kerja dengan keahlian masa depan.

Usaha dan terobosan baru dapat menciptakan dinamika pasar tenaga kerja yang meningkatkan produktivitas dan kualitas pekerjaan di tingkat kelas menengah. Ini dapat dicapai dengan mengurangi ketergantungan ekspor pada Sumber Daya Alam (SDA) dan mengalihkannya ke sektor manufaktur yang memiliki nilai tambah tinggi. Selain itu iklim investasi yang kondusif harus dapat terus dipertahankan dan ditingkatkan, termasuk dengan memberikan berbagai insentif fiskal yang dapat menggairahkan sektor-sektor prioritas. Investasi pada R&D juga merupakan poin penting lainnya yang ke depannya harus menjadi perhatian Pemerintah.

UMKM yang menjadi salah satu tulang punggung ekonomi bangsa juga menuntut perhatian lebih dari Pemerintah agar mampu meningkatkan daya saing para pelaku di level global. Memperkuat database, dan marketplace yang dapat menghubungkan demand dan supply, serta membuka akses ke pasar dan pembiayaan, adalah beberapa gagasan yang didapat dari peserta IDF kali ini. Pada sesi IDEA Space (IDEAS) yang juga menjadi highlight dari IDF 2019 ini, paling tidak ada 274 potensi bisnis yang dijajaki oleh sekitar 45 startup yang menjadi peserta.

Setiap tahunnya IDF selalu menempatkan pembangunan yang inklusif sebagai poin inti dalam setiap diskusi yang terjadi. Tidak terkecuali pada IDF 2019. Penyertaan komunitas difabel, perempuan, dan tenaga kerja dari wilayah terluar Indonesia yang masih terekslusi dari kesempatan kerja dan kerja modern dianggap menjadi salah satu kunci penting pertumbuhan ekonomi. Penguatan regulasi yang mendukung serapan tenaga kerja yang lebih baik pada kelompok ini sangat dibutuhkan, di samping mendorong industri untuk juga memberikan kesempatan, fasilitas dan jenis pekerjaan yang tepat. Penciptaan norma sosial yang bebas stigma perlu terus ditingkatkan demi mendukung partisipasi kerja komunitas difabel, perempuan, serta tenaga kerja dari wilayah terluar Indonesia.

Poin utama dari topik yang diulas pada IDF 2019 terkait ketenagakerjaan menyepakati bahwa untuk bisa beradaptasi dengan cepat dalam mengantisipasi perubahan teknologi tanpa batas adalah dengan mengasah dan mengarahkan tenaga kerja Indonesia untuk memiliki empati sosial, kreativitas, kemampuan berpikir tanggap dan cepat, adaptif, serta memiliki literasi terhadap data dan teknologi. Untuk itu regulasi yang antisipatif dibutuhkan agar industri terpacu untuk berinvestasi lebih banyak pada pengembangan dan pelatihan R&D. Pemanfaatan big data untuk monitoring dan antisipasi mismatch antara kebutuhan tenaga kerja dan industri juga akan semakin memainkan peran penting di masa depan. Sejak awal, kebutuhan tenaga kerja juga harus didukung oleh sistem pendidikan berkualitas yang fleksibel dan adaptif, serta pengembangan keterampilan seumur hidup.

Sebagaimana curah gagasan pada IDF ini sendiri yang mengutamakan kolaborasi dan sumbang saran serta ide dari berbagai pemangku kepentingan; kebijakan-kebijakan terkait ketenagakerjaan Indonesia ini juga tidak dapat berjalan sendiri tanpa dukungan sektor swasta, institusi pendidikan dan pelatihan, serikat pekerja, akademisi, pemerintah lokal, lembaga peradilan, masyarakat sipil, serta mitra pembangunan. Untuk itulah IDF hadir tidak hanya sebagai wadah bertemu berbagai pemangku kepentingan dan mitra pembangunan, namun juga diharapkan dapat terus menjadi sarana pemicu terjadinya kolaborasi dan koalisi dari semua pihak demi terciptanya pembangunan Indonesia yang berkelanjutan dan inklusif.