Krisis Lingkungan, Iklim dan Transisi Energi yang Dilupakan!

Oleh : Herry Barus | Selasa, 16 Juli 2019 - 19:00 WIB

INDUSTRY.co.id - Jakarta- Presiden terpilih Joko Widodo (Jokowi) menyampaikan pidato kemenangannya Minggu, 14 Juli lalu, memaparkan sejumlah ide dan rencana kebijakan lima tahun ke depan bertajuk “Visi Indonesia”.  Jokowi banyak menyoroti soal perlunya adaptif terhadap perkembangan global, perubahan pola pikir dan membuka investasi seluas mungkin. Namun, sayang pidato itu sama sekali tidak menyentuh persoalan krisis lingkungan, perubahan iklim dan transisi energi yang saat ini justru menjadi perhatian global.

Hindun Mulaika, Juru Bicara Bersihkan Indonesia dari Greenpeace Indonesia menyatakan, _Visi Indonesia Maju, Adil dan Makmur_ hanya mungkin diraih dengan kondisi lingkungan dan alam yang berkelanjutan. Jokowi tidak boleh ahistoris, karena konstitusi secara jelas mengamanatkan pembangunan ekonomi harus berwawasan lingkungan.

Sehingga, lanjut Hindun, menjadi aneh Visi Indonesia yang dibacakan Jokowi tidak memuat pentingnya perlindungan lingkungan. Menurut dia, saat ini justru pihaknya melihat sejumlah ancaman nyata dari dampak krisis iklim dan ketergantungan terhadap energi fosil seperti batu bara yang bakal berdampak terhadap keberlanjutan Indonesia ke depannya. 

“Pidato Jokowi melupakan faktor penting yaitu, daya dukung dan daya tampung Lingkungan Indonesia yang sedang terus terlampaui, salah satunya karena pilihan untuk bergantung pada energi kotor. Dampaknya telah nyata, bencana banjir besar di berbagai provinsi, pencemaran udara akibat  polusi bahan berbahaya itu karena pilihan kita akan energi. Sayangnya, aspek lingkungan dan energi ini tidak disentuh sama sekali,” kata Hindun.

Hindun melanjutkan, pidato tersebut hanya berorientasi pada satu sudut pandang, pendekatan materialistik, sementara bicara ekonomi tidak hanya bicara material tapi juga bicara soal keberlanjutan. Presiden terpilih hanya melihat kapital dalam bentuk investasi sebagai barometer.

“Semua pasti setuju soal pentingnya investasi, namun investasi seperti apa? Selama ini kita melihat ada dampak eksternalitas dari investasi, apalagi di sektor hulu tambang dan PLTU. Jangan hanya bicara menggenjot investasi namun menghilangkan esensi keadilan di balik itu,” tuturnya. 

Raynaldo Sembiring, Juru Bicara Bersihkan Indonesia dari Indonesian Center for Environmental Law (ICEL), mengatakan saat ini dunia global sedang berlomba bertransisi menuju energi bersih terbarukan untuk keunggulan kompetitif di masa mendatang.

Tren investasi di energi terbarukan juga semakin menunjukan peningkatan, hal itu misalnya terlihat dari hasil laporan Clean Energy Investment Trends 2018 yang diluncurkan oleh Bloomberg NEF menyebutkan nilai total investasi sektor energi terbarukan di seluruh dunia telah mencapai sekitar 300 miliar dolar AS. Namun, sayangnya dalam hal ini Indonesia masih tertinggal dan punya banyak pekerjaan rumah yang harus diselesaikan. Apalagi menurut dia, pada tanggal 8 Juli lalu, seperti yang disampaikan Menteri Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan, Siti Nurbaya Bakar, Jokowi telah meminta menteri terkait untuk menyusun kebijakan mengurangi ketergantungan pada energi fosil (batu bara)

“Investasi yang kita butuhkan, Investasi transisi energi bersih terbarukan yang berkeadilan, bukan investasi yang gerogoti APBN kita dengan terus langgengkan oligarki batu bara. Transisi tidak bisa parsial. _Statement_ Jokowi untuk pengurangan batu bara harus diperkuat dengan komitmen dan rencana konkrit untuk bertransisi,” tukas Raynaldo.