BRTI Sebut Tiga Hal Penting Terkait Usaha Konsolidasi Pada Operator Telekomunikasi

Oleh : Hariyanto | Kamis, 02 Mei 2019 - 19:46 WIB

INDUSTRY.co.id - Jakarta - Dalam Talkshow dan Seminar Indonesia Teknologi Forum (ITF) yang mengangkat tema "Konsolidasi Jurus Pamungkas Sehatkan Industri Telekomunikasi" di Balai kartini, (2/5/2019) Menteri Komunikasi dan Informatika (Kemenkominfo) Rudiantara mengatakan, Konsolidasi perlu dilakukan untuk menyelamatkan industri telekomunikasi.

Pemerintah menilai jumlah operator telekomunikasi Tanah Air saat ini masih terlalu banyak, yakni ada enam pemain seluler, yaitu Telkomsel, XL Axiata, Indosat Ooredoo, Smartfren, Hutchison 3 Indonesia, dan Sampoerna Telekomunikasi Indonesia.

Dengan banyaknya jumlah operator tersebut, tidak semuanya bisa mendapatkan jatah frekuensi yang sesuai dengan kemampuan dan kebutuhan. Akibatnya, konsumen tak menikmati pelayanan yang maksimal.

Ismail, Ketua Badan Regulasi Telekomunikasi Indonesia (BRTI) sekaligus Direktur Jenderal Sumber Daya dan Perangkat Pos dan Informatika (Dirjen SDPPI) menyebutkan ada tiga hal penting terkait usaha konsolidasi tersebut.

"Pertama tujuan dari konsolidasi itu adalah membuat sehat industri agar sustainability dari pembangunan infrastruktur ini terus berjalan. Dengan terjadinya konsolidasi maka segmen pasar yang tersedia itu cukup sehat untuk dibagi dengan jumlah operator yang tersedia," kata Ismail pada talkshow dan seminar Indonesia Technology Forum (ITF) yang berlangsung di Balai Kartini, Jakarta (2/5/2019).

Menurutnya, saat ini kondisi pasar terlalu ketat dengan jumlah operator yang sudah banyak. Hal ini membuat persaingan menjadi tidak sehat sehingga keberlangsungan, salah satunya terkait pembangunan infrastruktur, menjadi berkurang.

Kedua, lanjut Ismail, soal frekuensi. Ini resource esensial yang sangat penting bagi kelanjutan dari merger itu, maka pihak operator menanyakan kepada regulator bagaimana policy dan regulasinya. 

"Pada dasarnya mengenai frekuensi ni akan dievaluasi oleh pemerintah kalau terjadi merger. Kemudian evaluasi yang paling pas untuk jumlah perusahaan baru itu frekuensi berapa itu akan kami terbitkan," lanjut Ismail.

Dalam hal ini, BRTI tengah membahas formulasi mengenai cara regulator dalam melakukan evaluasi tersebut agar transparan sehingga operator bisa melakukan perhitungan ketika melakukan merger. Hal ini menurutnya bisa mempengaruhi biaya dari merger itu sendiri.

"Ketiga adalah isu soal pelanggan. Jadi dengan adanya merger ini, pelanggan akan diuntungkan karena akan terjadi sebuah perusahaan yang sehat dalam memberikan layanan kepada publik," katanya.

Perusahaan sehat maksudnya adalah korporasi yang secara berkelanjutan membangun dan memberikan kualitas layanan yang maksimal. Sebaliknya, ketika perusahaan tidak sehat, maka kualitas layanan pun tak akan bisa terjaga.

Walau demikian, pemerintah tetap mengembalikan hal tersebut ke operator atau induk perusahaannya. Karena konsolidasi itu adalah isunya owner, para shareholder inilah yang akan menentukan ingin konsolidasi atau tidak. 

Terkait dengan hal ini, ia menyebut sejumlah pemilik sudah memiliki pemikiran yang sejalan. Hal tersebut terkait dengan kelanjutan dari perusahaan telekomunikasi miliknya itu bisa berjalan baik.

Selain itu, ia menyebut bahwa mereka secara garis besar sama-sama ingin industri telekomunikasi di Indonesia itu sehat sehingga infrastruktur telekomunikasi Tanah Air bisa terus tumbuh dan memenuhi kebutuhan masyarakat.

“Industri telekomunikasi ini beda dengan infrastruktur jalan, jembatan, airport, karena pemerintah mengeluarkan APBN untuk membangun itu. Sedangkan telekomunikasi, pembangunan infrastrukturnya dilakukan oleh para pelaku usaha sendiri, makanya kesehatan perusahaan telekomunikasi ini sangat penting karena mereka bisa invest terus untuk membangun infrastruktur," ujar Ismail.

Ismail menambahkan, UU dan PP yang dibutuhkan terkait konsolidasi sudah ada sehingga kegiatan tersebut sejatinya dapat dilakukan saat ini. Walau demikian, Ismail mengatakan pihaknya tengah menyiapkan peraturan turunan dalam bentuk Peraturan Menteri (Permen), agar prediksi mengenai hitung-hitungan dari kegiatan konsolidasi dapat disiapkan lebih baik.