ASITA: Tiket Pesawat Mahal, Hambat Ekonomi Nasional!

Oleh : Ahmad Fadli | Jumat, 26 April 2019 - 14:38 WIB

INDUSTRY.co.id, Jakarta - Ketua Dewan Penasehat Asita NTB Lalu Abdul Hadi Faishal hingga kini masih menunggu realisasi harga tiket pesawat normal. Bagi industri perhotelan dan travel agent, harga tiket sangat berpengaruh pada okupansi dan jumlah wisatawan nusantara.

“Kami yang di Lombok ini, ibarat sudah jatuh, tertimpa tangga. Sudah kena bencana alam, gempa, saat proses recovery sudah tertimpa bencana tiket mahal. Dan sejak Januari 2019 sampai sekarang belum bergeming,” ungkap Lalu Abdul Hadi Faishal, Jumat (26/4).

Ia yakin, pemerintah sedang memikirkan nasib industri pariwisata. Saat Gala Dinner HUT PHRI di Jakarta Presiden Jokowi sudah mendengar langsung keluhan yang disampaikan Ketua Umum PHRI Hariyadi Sukamdani.

“Saya yakin, pasti ada jalan, untuk menghidupkan ekonomi daerah, terutama yang berbisnis di sektor pariwisata,” ungkap Hadi Faishal.

Apalagi, lanjut dia, selama 4.5 tahun ini Presiden Jokowi sudah menempatkan pariwisata sebagai sektor prioritas. Maka semua lembaga yang terkait dengan mendorong pariwisata, harus disupport. Dan mengembangkan destinasi itu, 3 industri besar yang terkait, yakni Atraksi, Akses dan Amenitas.

“Negara harus hadir, jika serius menjadikan sektor pariwisata sebagai unggulan,” kata Hadi yang juga Pengelola Antalia Tour & Travel.

Dia juga sudah mendengar, bahwa informasi tiket mahal ini sudah sampai ke presiden. Sudah ada langkah imbauan dari Kemenhub, bahkan sampai Kemenko Kemaritiman. Banyak pihak juga sudah mendengar, Komite Pengawasan Persaingan Usaha (KPPU) juga sudah turun tangan dengan dugaan kartel, karena saat ini industri penerbangan domestik dikuasai oleh 2 group besar, Garuda Indonesia dan Lion group.

Kebetulan 2 perusahaan inilah yang menguasai market share penerbangan domestik. Dan keduanya sama-sama menerapkan harga mahal, bersamaan.

“Saat industrinya mulai optimal, tiba-tiba semuanya menjadi mentah kembali oleh mahalnya tiket dan bagasi berbayar,” terang Hadi.

Hadi menegaskan kembali, Kemenhub harus melakukan evaluasi menyeluruh. Komunikasi dengan pihak maskapai lebih diintensifkan, lalu bisa bersikap tegas. Sebab, kebijakan tiket menjadi kunci industri pariwisata dan perekonomian masyarakat NTB.

“Pergerakan wisatawan di NTB sangat tipis. Wisatawan juga enggan berbelanja oleh-oleh karena bagasi berbayar. Home industry di NTB mengkhawatirkan karena sepinya pasar, ujungnya length of stay turun.

Tugas Pemerintah, kata Hadi, adalah menjaga ekosistem industri agar bisa tumbuh dan berkembang. Kalau ada salah satu unsur dalam mata rantai bisnis yang tidak patuh, seharusnya dihimbau, diingatkan lagi spirit utamanya dalam membangun negeri.

Menurutnya, batas atas dan batas bawah yang diatur itu sebenarnya sudah baik. Sudah melihat fleksibilitas dan season. Tetapi, airlines selama 4 bulan terakhir menetapkan harga atas terus, meniadakan harga bawah.

Dampaknya, harga naik sampai ada yang 100%, meskipun sudah bukan peak seasons. Jumlah penumpang turun, jumlah wisatawan nusantara anjlok, rantai  bisnis lanjutannya terancam semua. Jumlah penumpang domestik turun 25-30%, hotel turun, resto, pedagang pasar sampai petani dan nelayan, penerimaan pajak juga pasti turun.